Peri Zilfa kesal. Ketika melihat-lihat tamannya pagi ino, ada dua ekor ulat yang melahap dedaunan. Tanaman yang dulu rimbun dan indah, sekarang sudah nyaris gundul.
Tidak seorang pun penghuni kota Fantasi memiliki taman seindah milik Zilfa. Dia menghiasinya dengan beragam kembang warna-warni. Suasana di taman selalu asri dan dan tenteram. Hingga suatu hari, dia melihat dua ekor ulat berkeliaran di tanamannya.
“Hey, jangan mengacaukan tamanku.” Zilfa menghardik. “Kalian datang dari mana? Kenapa tiba-tiba muncul di sini?”
“Maafkan kami.” Salah seekor ulat menjawab. “Namaku Lili dan ini saudaraku, Lala. Kami baru saja menetas, berdua tanpa orang tua. Kami tidak tahu di mana mereka."
“Kami perlu makanan dan daun-daun ini cocok untuk mengisi perut,” kata Lala.
“Tapi, kalian mengganggu tamanku.” Zilfa cemberut. “Dedaunannya jadi rusak. Tamanku nanti tidak indah lagi.
“Kami hanya tinggal di tanaman ini saja. Tanaman yang lain enggak akan diganggu.” ucap Lala. “Tapi, kalau kamu tidak mengizinkan, jangan khawatir. Kami akan segera pergi.”
Kedua ulat itu menunduk sedih. Mereka menuruni batang pohon untuk mencari tempat lain.
Zilfa menghela napas. Sebenarnya,
dia tidak suka jika ada ulat-ulat tinggal di bunga. Mereka dapat mengacaukan
seluruh taman. Namun, Zilfa kasihan pada
mereka. Kedua ulat ini masih kecil, tanpa
orang tua, dan membutuhkan bantuan.
Akhirnya, peri itu mengangguk. “Tunggu dulu. Jangan pergi. Baiklah, kalian boleh tinggal di sini, sampai nanti menemukan tempat baru."
“Terima kasih!” Lili dan Lala bersorak riang.
Sejak hari itu, kedua ulat menetap
di taman. Setiap sore, Zilfa menyiram bunga sambil mengobrol dengan kedua
temannya. Lili dan Lala gembira tinggal di sana karena si peri
ramah dan bersahabat.
Hingga suatu hari, kedua ulat itu
menghilang. Zilfa kebingungan dan mulai
mencari mereka sekeliling taman.
“Lili! Lala!
Kalian ada di mana?” Dia
berteriak memanggil, tapi tidak ada yang menyahut.
Zilfa segera mencari ke seluruh
penjuru rumah, meskipun tiada hasil.
Dia bingung, mengapa mereka menghilang?
Lili dan Lala pernah mengatakan kalau mereka betah tinggal di taman. Zilfa pun
mulai senang berteman dengan mereka.
Si peri kecewa karena kedua ulat pergi tanpa pesan. Padahal, mereka sudah tinggal di taman dan menikmati dedaunan setiap hari. Menurut Zilfa, tidak sopan pergi tanpa pamit terlebih dahulu.
Namun, beberapa hari kemudian muncul kejutan. Suatu hari ketika sedang membaca buku di teras, tiba-tiba dua ekor kupu-kupu datang. Mereka hinggap pada pot bunga pas di samping kursi si peri.
“Hai, Zilfa, apa kabar?” Salah satu kupu-kupu bertanya sambil tersenyum. “Kamu masih ingat dengan kami?”
Zilfa kaget dan bingung. Dia belum
pernah bertemu dengan mereka sebelumnya.
“Ehm, Maaf. Siapa kalian?”
“Aku Lili dan ini saudariku, Lala.” Kupu-kupu itu menjawab. “Kami dulu teman-teman ulatmu.”
Peri itu melonjak kaget. “Oh, kalian sudah berubah menjadi kupu-kupu!”
“Benar, dulu kami ulat yang sering bermain di tamanmu,” ucap Lala. “Dari ulat kami berubah menjadi kepompong, kemudian kupu-kupu.”
“Sekarang, kita bertemu lagi.” Lili tertawa riang. “Menurutmu, cantik sayap-sayap kami?”
“Cantik sekali karena berwarna-warni.” Zilfa mengagumi
teman-temannya. “Aku tak menduga kalau kalian ternyata kupu-kupu cantik. Kupikir, kalian hanya ulat biasa yang tinggal di tanaman.”
“Kami datang untuk mengucapkan terima kasih.” Lili terbang mengitari Zilfa. “Kamu telah mengizinkan kami tinggal di sini dan
melahap tanamanmu. Karena kemurahan hatimu, kami bisa berubah menjadi kupu-kupu.”
Zilfa hanya mengangguk dan tersenyum. Dia tak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Hatinya sangat gembira melihat teman-temannya lagi.
Sejak saat itu, Lili dan Lala sering mengunjungi Zilfa. Sambil menemani si peri menyirami bunga, kedua kupu-kupu itu beterbangan gembira di taman.
Bagaimana dengan tanaman yang dulu
dimakan oleh Lili dan Lala? Sebenarnya, ulat-ulat itu hanya memakan
daun. Mereka tidak mengganggu batang
dan akar. Tanaman itu tetap tumbuh, bahkan lebih subur dari sebelumnya.
Komentar
Posting Komentar