Kobi,
si pohon jeruk, tumbuh subur dan rimbun di taman negeri liliput. Ada banyak pohon di sana, seperti jambu dan
mangga. Buah-buah mereka sering dipetik penduduk setempat. Para liliput suka
makan buah-buahan karena bagus untuk kesehatan.
Namun,
dari sekian banyak pohon, ada yang membedakan Kobi dari tanaman lain. Cuma dia satu-satunya pohon jeruk yang tumbuh
di sana. Sementara, pohon buah lain
ada beberapa batang. Jangan
heran, Kobi yang menyebabkannya dan dia punya alasan sendiri.
Setiap
sore, Mino si liliput petani buah, datang ke taman. Dia mengutip buah-buah yang sudah matang dari
pohon. Buah tersebut akan diolah menjadi minuman. Bijinya ditanam kembali. Mino menyiram biji-bijian dengan bubuk ajaib
yang hanya dimiliki liliput petani buah. Tujuannya agar kelak bibit tersebut tumbuh
menjadi pohon subur.
Sore
ini, Mino kembali datang ke taman. Ketika dia lewat di depan Kobi, terlihat
sebutir jeruk ranum tergeletak di tanah. Mino mengutip, mengupas, dan mengambil
bijinya.
“Stop! Letakkan kembali jeruk itu!” Tiba-tiba Kobi berteriak. “Biji-bijinya tidak boleh ditanam lagi.”
“Biarlah,
Kobi, supaya banyak pohon jeruk di sini,”
saran Mino.
“Tidak! Hanya boleh ada satu pohon jeruk di sini,
yaitu aku,” ujar Kobi.
Pohon
mangga yang tumbuh di samping Kobi, bertanya. “Kenapa harus kamu sendirian tumbuh
di sini, Kobi?”
“Semua
liliput yang pernah datang ke sini mengatakan aku pohon istimewa. Menurut mereka, buah-buahku manis,” ucap Kobi. “Aku benar-benar spesial dan hanya satu-satunya. Kalau ada banyak pohon jeruk, nanti nggak
istimewa lagi.”
Mino
dan pohon mangga saling berpandangan heran.
Pohon
jambu yang ikut mendengar percakapan itu, berkata. “Tidak apa-apa banyak pohon jeruk di sini,
Kobi. Buah-buah kita bermanfaat untuk
para liliput.”
Kobi
menggeleng. “Aku mau berbeda dari pohon-pohon lain. Nggak perlu banyak, buah dari pohonku ini saja cukup
memberi manfaat.”
“Sudahlah,
Teman-teman, kalau dia tak mau jangan dipaksa,”
kata Mino kesal. Kemudian liliput itu pergi.
Pohon-pohon
lain hanya bisa terdiam melihat sikap Kobi. Selama ini si pohon jeruk sudah sering membanggakan dirinya. Buahnya memang terkenal ranum di kalangan warga liliput. Akan tapi, sikap
sombong itu membuat kawan-kawannya kesal. Kobi selalu merasa paling istimewa.
Waktu
pun terus berlalu. Hari berganti bulan
dan bulan berganti tahun. Kobi melihat
ada pohon mangga dan jambu yang mati. Si pohon
jeruk jadi khawatir. Bagaimana kalau itu
terjadi padanya? Kalau dia mati, siapa yang akan menggantikan? Kobi tak mau
jeruk menjadi langka, punah, kemudian dilupakan. Memikirkannya saja sudah sedih.
“Kobi,
ada apa denganmu? Kenapa wajahmu
muram?” tanya pohon jambu.
Kobi menceritakan kekhawatirannya. Pohon jambu mengangguk paham.
“Karena
itulah kami setuju kalau bibit kami ditanam Mino.” Pohon jambu menjelaskan. “Semua tumbuhan seperti kita pasti mati suatu
hari nanti. Jadi, kalau kita sudah tidak
ada, penerusnya telah tersedia.”
Kobi
hanya termenung mendengar ucapan temannya. Selama ini dia hanya sibuk memikirkan diri sendiri. Kobi selalu merasa tumbuhan terbaik. Namun, setelah melihat apa yang terjadi dengan pohon
lain, Kobi pun ingin punya teman sesama pohon jeruk.
Pohon jambu melanjutkan. “Kita menjadi istimewa bukan karena tumbuh sendirian. Kita istimewa karena membawa manfaat. Sekarang coba kamu pikirkan, manfaat apa yang bisa kita beri untuk lingkungan sekitar?”
Sore
hari ketika Mino melintas, Kobi langsung memanggil. Dia sarankan agar si liliput
petani buah segera menanam bibitnya.
“Bener, nih?” Mino kaget. “Kok, tiba-tiba berubah pikiran?”
Kobi
mengangguk. “Aku mau supaya banyak pohon
jeruk sini. Kelak, semua liliput dan keturunannya bisa memakan jeruk-jeruk
manis.”
Mino
senang dan segera mengambil buah jeruk Kobi yang sudah matang. Bijinya diambil dan kemudian ditanam. Si liliput
segera menyiramnya dengan bubuk ajaib agar kelak tumbuh subur.
Sekarang
Kobi bisa tersenyum senang. Dia tak perlu khawatir lagi. Pada masa mendatang, akan
tumbuh banyak pohon jeruk. Buahnya tidak menjadi langka apalagi punah. Para liliput tetap bisa menikmati buah
ranum.
Komentar
Posting Komentar