Langsung ke konten utama

Angin dan Buah Mangga


Fiko, si angin, telah berkelana melewati banyak daerah. Dia sudah melihat berbagai tempat menarik. Ada desa peri yang indah atau si mungil kota liliput. Fiko sering memperhatikan para penghuninya. Dia senang apabila menemukan penduduk yang rajin dan mau menolong teman.

 

Hari ini Fiko teringat pada Dudi Kurcaci. Dulu dia sering memperhatikan anak yang baik dan tekun itu. Sudah lama Fiko tak mengunjunginya di desa Kurcaci. Sedang mengerjakan apa dia saat ini? Si angin segera berhembus menuju ke sana. Dia ingin mengetahui bagaimana keadaan Dudi sekarang.

 

Sesampai di desa Kurcaci, Fiko melihat Dudi sedang menyapu dedaunan di halaman Pak Doni Kurcaci. Rupanya, selama liburan, anak kurcaci itu membersihkan rumah Pak Doni. Dudi rutin mengerjakannya pada hari libur. Dari kegiatan tersebut tentu saja Dudi mendapat uang saku. Lumayan juga untuk menambah tabungan.

 

Sambil menyapu, Dudi memandangi pohon mangga yang sedang berbuah banyak dengan mata berbinar. Buahnya rimbun kehijauan dan berkilauan diterpa sinar matahari. Dulu, Dudi pernah mencicipi mangga ini. Dia tidak akan menolak kalau ditawarkan kembali.

 

“Pak, boleh kuambil buah mangga ini?” Dia bertanya pada Pak Doni yang sedang membaca buku di teras.

 


Wajah Pak Doni tampak cemberut. Fiko tahu, dia jarang mau membagikan mangga. Pak Doni hanya menyimpan untuk dirinya sendiri. Si angin heran, apa dia tidak bosan melahap mangga dalam jumlah yang banyak?

 

“Boleh saja, tapi ada syaratnya,” jawab Pak Doni. “Jangan memanjat pohon. Nanti kamu terpeleset dan terluka. Tunggu saja sampai buahnya berjatuhan sendiri.”

 

“Tapi, kita tak tahu kapan buahnya jatuh, Pak,” kata Dudi dengan wajah memelas.

 

“Berarti kamu sebaiknya sabar menunggu,” ucap Pak Doni dengan raut muka tenang.

 

Huh, Fiko mendengus karena kesal. Dia tahu itu hanya cara Pak Doni untuk menolak permintaan Dudi. Bisa saja sebelum Dudi datang bekerja, Pak Doni mengambil mangga yang berjatuhan. Hmm, Pak Doni harus diajak berbagi dan Fiko punya ide untuk menolong Dudi.

 

Wuff! Wuff! Fiko bertiup kencang. Dahan pohon mangga melambai-lambai mengikuti tiupan angin. Semakin lama, hembusan angin itu semakin kuat. Dahannya tak mampu lagi menahan buah-buah yang berukuran besar. Buk! Buk ! Buk! Beberapa buah mangga mulai berjatuhan.


“Pak, ada mangga jatuh!” Dudi berteriak riang. Dia mulai mengutip mangga-mangga yang berserakan di tanah. “Satu, dua, tiga ... empat! Ada empat, Pak! ”

 

“Mangga itu belum cukup matang, Dudi. Apa kamu mau memakannya sekarang?” tanya Pak Doni.

 


“Tidak dimakan sekarang, Pak, tunggu sampai matang. Kata Ibuku, supaya cepat matang mangga harus disimpan di tempat beras,” ujar Dudi.


Pak Doni hanya terdiam mendengarnya.

 

“Jadi, boleh kubawa pulang mangga-mangga ini, Pak? Nanti sampai di rumah langsung kutaruh di tempat beras kami,” pinta Dudi.

 

Pak Doni menghela nafas, tapi kemudian ia mengangguk. “Ambillah, mangga itu memang untukmu.”

 

“Terima kasih, Pak,” ujar Dudi riang dan langsung memasukkan semua mangga ke tas yang sering dibawanya.

 

Fiko tersenyum melihat pemandangan tersebut. Akhirnya, Pak Doni mau juga memberi mangga. Dudi pun senang bisa memperoleh yang diinginkan. Tidak sia-sia Fiko menolong anak kurcaci itu.

 

Si angin segera berhembus menuju kota seberang. Dia berharap, setelah ini Pak Doni mau berbagi dengan kurcaci-kurcaci lain. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uang Saku untuk Olla

Sore itu, Olla berlari masuk rumah menuju dapur. Keringat deras mengalir dan membasahi dahinya, tapi wajah gadis cilik itu tetap berbinar.  Rambut gadis cilik itu awut-awutan. Namun, langkah kakinya bergegas mendatangi Mama seperti orang ketinggalan kereta. “Ma, boleh minta uang?" ujar Olla sambil mendekati Mama yang sedang sibuk menyiapkan makan malam. “Untuk apa?”  tanya Mama. “Mau beli minuman,” jawab Olla sambil menyeka keringat di dahi dengan punggung tangannya. “Tuh, banyak minuman di kulkas. Ambil saja, enggak usahlah beli di luar. Lebih hemat lagi. Lagipula, Mama sudah beri uang saku tiap pagi sebelum sekolah. Kemana semua?” Mama menjawab sambil terus memotong bawang.  Wajah Olla langsung cemberut. “Sudah habislah di sekolah. Masa Mama nggak tahu kalau aku sering ke kantin.” “ Berhematlah, La. Mama sudah sering bilang begitu. Jangan semua dihabiskan di kantin. Kalau masih ada sisanya, bisa ditabung,”  ujar Mama. Olla jadi kesal. Dia pikir, Mama kok ...

Rahasia Boneka Beruang

  Ada seorang gadis cilik bernama Adinda yang hobi mengoleksi boneka. Orang tua Adinda bahkan sampai membuatkan sebuah kamar khusus untuk menyimpan semua koleksinya. Di ruangan itu ada beragam bentuk boneka seperti Singa, Kelinci, Jerapah, Monyet, dan lain-lain. Tetapi, gadis cilik itu tidak tahu perilaku boneka-bonekanya di dalam ruangan.  Apabila malam tiba, ternyata para boneka bisa hidup dan bergerak sendiri. Namun tidak semuanya!  Hari ini, ada satu boneka yang duduk menyendiri di sudut ruangan, yaitu Beruang. Dia adalah penghuni baru yang datang beberapa hari lalu. Singa yang melihatnya duduk sendirian, langsung datang dan menyapa.  “Hai, Beruang, kenapa kamu diam saja? Tidak ikut bermain-main dengan kami?” Beruang tersenyum sambil menggeleng.  “Aku sedang malas malam ini.” “Malas? Benar, nih? Kami perhatikan sejak kedatanganmu beberapa hari lalu, kamu cuma duduk saja.” Kelinci menimpali. “Iya!”  kata Jerapah.  “Kamu sepertinya bukan ma...

Lomba Mendongeng Negeri Fantasi

"Wow!” Lala Liliput bersorak gembira membaca pengumuman di media sosial Istana Negeri Fantasi. “Ada apa?” tanya Kiki Liliput, sahabatnya yang duduk di kursi seberang.   Lala menunjukkan isi pengumuman itu. Menyambut ulang tahun Ratu Frilly, pemimpin Negeri Fantasi, akan diselenggarakan lomba menulis dongeng. Semua penduduk memang tahu kalau sang Ratu penggemar cerita fiksi itu.  Nanti akan dipilih dongeng terbaik untuk menjadi juara. Dongeng tersebut menjadi hadiah ulang tahun istimewa untuk Ratu Frilly. P emenang lomba pun mendapatkan hadiah jalan-jalan keliling negeri Fantasi. “Aku mau ikut,” kata Lala. “Hadiahnya menarik.” “Tetapi, kamu belum pernah menulis dongeng,” ujar Kiki mengingatkan. "Itu mudah saja. Aku bisa berlatih secepatnya. Yang penting tulis dongeng dan ikut dulu. Siapa tahu menang,” ucap Lala. Kemudian, dia mengambil secarik kertas dan pena, lantas mulai menulis. Setelah selesai, Kiki membaca tulisannya. Cerita Lala berkisah tentang anak perempuan yang dike...