Siang itu terjadi perdebatan sengit dalam perpustakaan mini pada sebuah rumah. Buku-buku saling beradu argumen. Semua merasa paling berpengaruh di antara seluruh isi perpustakaan.
"Aku, si Ensiklopedia, adalah buku paling penting di sini. Kalau kamu mau mengetahui informasi dunia, carilah aku."
"Kata siapa? Aku si Buku Komputer yang paling hebat. Bukankah sekarang zaman komputerisasi?"
"Tunggu dulu! Kalian lupa samaku si Buku Bahasa Inggris? Tanpa aku, kalian tidak bisa berkomunikasi dengan bangsa lain."
Demikianlah buku-buku itu sibuk menyombongkan diri. Tidak ada yang mau mengalah. Semua memamerkan kelebihan dan mengabaikan potensi temannya.
"Kita harus mencari cara agar perdebatan ini berakhir," saran Buku Sastra. "Kita tidak bisa seperti ini terus. Di antara kalian tidak ada yang mau mengalah dan hanya memancing keributan."
"Aku tahu caranya." Akhirnya Buku Katalog Perpustakaan angkat bicara. "Hari ini, kan, akhir pekan. Sebentar lagi Nabila, anak pemilik rumah, akan pulang sekolah."
"Apa hubungannya dengan dia?" tanya Kamus Bahasa Indonesia bingung.
"Nabila anak cerdas." Buku Katalog Perpustakaan menjelaskan. "Di sekolah dia termasuk siswa berprestasi. Dia juga suka membaca dan berbakat menulis cerita. Setiap akhir pekan Nabila selalu mencari buku bacaan di sini."
Buku Katalog Perpustakaan terdiam sejenak. Teman-temannya menunggu dengan penasaran.
Kemudian Buku Katalog Perpustakaan melanjutkan. "Nah, hari ini kita lihat siapa yang diambilnya untuk bacaan akhir pekan. Siapapun yang dipilihnya, berarti dia buku terpenting. Setidaknya untuk Nabila. Bagaimana?"
Para buku saling berpandangan sejenak. Setelah itu semua serentak mengangguk.
"Baik, kita tunggu dia pulang sekolah." Buku Ensiklopedia menjawab mewakili teman-temannya.
Semua menunggu Nabila dengan gelisah. Ada yang berulang kali memandang ke arah pintu, atau bersiul-siul mengusir kebosanan. Ada pula yang membolak-balikkan kertasnya sendiri demi menghalau kejenuhan. Jam dinding seperti lambat berputar.
Teng! Akhirnya, jam dinding berdentang sekali. Biasanya, ini saat Nabila tiba di rumah dari sekolah.
Benar saja! Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki mendekati pintu perpustakaan. Semua buku menahan napas. Tidak pernah mereka segugup sekarang.
Pintu terbuka dan seorang gadis cilik yang masih mengenakan seragam sekolah masuk ruangan. Matanya berbinar menatap sekeliling perpustakaan. Rambut ekor kuda bergoyang mengikuti irama kaki mungil. Langkahnya ringan mengitari rak demi rak buku.
Buku-buku menatapnya penuh harap. Mereka menunggu tangan mungilnya meraih salah satu buku. Akan tetapi, Nabila terus berjalan mengelilingi ruangan. Hanya jari-jari lentiknya yang menyentuh sampul buku tanpa menarik dari tumpukan.
Di ujung rak buku, Nabila mendadak berhenti. Jarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja yang terletak di samping rak. Dahi mengernyit seperti memikirkan sesuatu.
"Baca buku apa, ya, hari ini?" Dia menggumam sendiri. "Tadi aku baru selesai ujian di sekolah. Pusing juga melihat soal-soalnya. Sekarang baca buku yang ringan saja."
Sekali lagi gadis cilik itu mengelilingi rak. Kemudian matanya tertuju pada buku tipis dan lebar, yang terselip di antara tumpukan buku tebal. Secercah senyuman merekah di wajahnya.
"Nah, ini yang kucari." Dia segera menarik buku tersebut.
Buku-buku lain sontak kaget. Di genggaman Nabila ada Kumpulan Dongeng Anak Nusantara.
Buku Dongeng pun tak kalah kaget. Dia tak menyangka akan dipilih Nabila. Dari tadi dia hanya menonton perdebatan teman-temannya dari kejauhan, tanpa berani menimpali.
Buku Dongeng tahu, isi bukunya tidak selengkap kawan-kawan di perpustakaan. Dia dipandang sebelah mata oleh mereka. Buku Dongeng sering diabaikan dan jarang diajak bermain-main bersama.
Namun, sekarang situasi berbeda. Dia menatap Nabila yang sedang membolak-balikkan kertasnya. Kisah-kisah rakyat yang dituturkan pada lembarannya memikat hati gadis cilik itu.
Saat Nabila sedang asyik menyimak isi buku tersebut, mendadak pintu ruangan terbuka. Mama Nabila muncul dan memanggil puterinya.
"Ayo, Nab, ganti seragamnya dan makan siang dulu. Nanti lanjutkan lagi membacanya," ajak Mama.
"Iya, Ma." Nabila beranjak seraya mengepit Buku Dongeng. Dengan langkah ringan, dia meninggalkan ruangan.
Sekarang suasana perpustakaan mendadak sepi. Setelah gadis cilik itu pergi, tiada satu pun buku yang mau berdebat lagi.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Label
Dongeng
Label:
Dongeng
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar