Wiky si jam weker, selalu berdering nyaring, tapi merdu seperti alunan musik. Dia berbentuk lingkaran dan di bagian atasnya ada tombol untuk mematikan suara. Weker ini rutin berbunyi pada waktu tertentu
Wiky berada di kamar Rowi, seorang anak kelas V SD. Dia bertugas membangunkan Rowi setiap pagi. Kalau Wiky sudah berdering, Rowi harus segera beranjak dari tempat tidur agar tidak terlambat ke sekolah. Seharusnya, tapi ....
Beberapa hari ini Wiky kesal dengan Rowi. Setiap pagi, jam weker itu selalu berbunyi untuk membangunkannya. Namun, Rowi menekan tombol dan kembali tidur. Huh, Wiky tidak suka diacuhkan.
Mama pun sudah sering mengingatkan Rowi. “Ayo bangun, Wi, dari tadi jamnya sudah berdering.”
“Iya, Ma,” jawab Rowi.
Dia segera turun dari tempat tidur sambil mengucek-ngucek mata. Gerakannya lamban melawan kantuk.
Wiky semakin kesal. Kalau Mama yang membangunkan, Rowi langsung beranjak. Jika Wiky berdering berulang-ulang, anak itu tidak peduli.
Mama hanya geleng-geleng kepala melihat ulah anaknya. “Katanya ingin punya weker supaya bisa bangun pagi sendiri. Setelah dibelikan, sekarang jamnya malah diabaikan. Mama juga yang membangunkan.”
“Besok enggak lagi, Ma. Begitu weker bunyi, aku langsung bangun,” janji Rowi.
“Kita lihat dulu buktinya. Benar enggak besok weker yang membangunkanmu,” ujar Mama.
Wiky sendiri kesal melihat sikap Rowi. Apa dia tidak tahu kalau Mama setiap pagi repot menyediakan sarapan? Termasuk membantu Papa yang berangkat kerja lebih cepat karena tugas. Mama pun perlu bergegas berangkat ke kantor.
Seharusnya Rowi bisa belajar bangun pagi sendiri. Lagipula sudah ada Wiky yang membangunkan. Kalau begini terus, jam weker itu cuma menjadi pajangan di kamar.
Wiky ingin memberi pelajaran pada Rowi. Dia punya ide dan besok akan dilaksanakannya. Si jam weker perlu memberikan kejutan pada anak itu.
Setiap pagi Wiky selalu berdering pada pukul 5. Akan tetapi, pagi ini dia sengaja tak berbunyi. Tujuannya supaya Rowi kaget dan menghargai fungsi jam weker. Janganlah dia mengabaikan jerih payah Wiky. Sesuai rencana, maka jam 5 pagi pun terlewat begitu saja tanpa deringan.
Mama juga sengaja membangunkan terlambat. Bukankah kemarin Rowi sudah berjanji mau mendengarkan jam weker? Mama ingin membuktikan.
Maka, setengah jam kemudian Mama baru mengetuk pintu kamar puteranya. “Ayo, Rowi, sudah pagi. Kemarin janjinya mau bangun sendiri.”
Mendengar suara Mama Rowi langsung terbangun. Dia terkejut melihat hari mulai terang. Rowi panik setelah melihat jarum weker di samping tempat tidur.
“Aduh, jam pertama nanti ada ulangan IPA!”
Segera dia mengambil pakaian seragam dan handuk. Kemudian mandi tergesa-gesa dan langsung bersiap-siap berangkat sekolah.
“Jangan sampai terlambat!” Rowi panik dan cepat-cepat mengambil tas.
Beruntunglah tadi malam dia sudah mempersiapkan buku-buku. Sekarang dia bisa menghemat waktu dan segera berangkat.
“Sudah selesai, Rowi?” tanya Mama sambil mengambil tas kerja. “Kenapa hari ini lama sekali?”
“Wekerku enggak bunyi, Ma,” jawab Rowi.
“Bunyi pun weker tetap Mama juga yang membangunkan." Mama marah. “Jam weker tak ada pengaruhnya. Kamu yang seharusnya rajin bangun pagi.”
Anak itu hanya bisa terdiam. Inilah akibatnya kalau sering bermalas-malasan di pagi hari. Sekarang semua jadi terburu-buru
Wiky kasihan juga melihat Rowi yang diomel Mama. Apalagi karena telat, dia terpaksa sarapan di mobil. Kemudian sampai sekolah mau ujian IPA pula. Wiky berpikir, cukuplah pelajaran untuk Rowi hari ini. Besok dia mau berdering seperti biasa.
Anehnya, esok hari Wiky tetap tidak bisa berdering, walaupun sudah berusaha. Bel di dalamnya tak berfungsi lagi. Jam weker itu bingung. Kenapa bisa begini? Untung saja pagi itu Mama sudah keburu membangunkan Rowi.
“Kenapa wekerku ini, Ma?” tanya Rowi heran sambil mengguncang Wiky “Dia enggak mau bunyi.”
”Mungkin baterainya sudah habis,” jawab Mama. “Nanti pulang kerja Mama bawa baterai baru.”
Sore hari Mama pulang sambil membawa baterai. Rowi segera memasangnya dan memutar alarm sesuai waktu saat itu. Ruing …! Ruing …! Ruing …! Jam weker segera berbunyi nyaring.
“Sudah bisa, Ma,” kata Rowi riang.
“Bagus, mulai besok gunakan alarmnya. Belajarlah bangun pagi sendiri supaya jadi terbiasa,” ujar Mama.
Rowi mengangguk. Sekarang dia enggan menyia-nyiakan deringan weker lagi. Ternyata repot juga jika jam ini enggan berbunyi.
Rowi memang menepati janji. Esok hari ketika Wiky berdering, dia langsung beranjak dan bersiap-siap sekolah. Begitu juga hari-hari berikutnya. Bangun pagi pun sudah menjadi kebiasaan. Kadang-kadang dia malah bangun lebih cepat daripada alarm Wiky.
Mama tentu saja senang melihatnya. Wiky juga gembira karena sudah membantu Rowi membentuk kebiasaan baik.
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Label
Dongeng
Label:
Dongeng
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar