Langsung ke konten utama

Kisah Modi si Rumput Liar

 Dongeng


Modi, si rumput liar, bertumbuh bahagia pada halaman sebuah rumah kosong. Dia hidup tenang dan damai bersama teman-temannya sesama rumput liar. Modi juga mempunyai sahabat bernama Xixa, sebatang pohon jambu air.


“Senang sekarang, ya, Xixa.  Setelah pemilik rumah pergi, kita bisa bertumbuh bebas di sini,” ujar Modi pada suatu pagi yang cerah.

“Memangnya selama ini kenapa, Modi?”  tanya Xixa. "Kita selalu aman di sini, kan."

“Menurut cerita yang kudengar,  dulu rumput-rumput liar selalu dicabut atau dipangkas. Benar begitu? Aku belum ada saat itu.” tanya Modi pada sahabatnya yang telah bertahun-tahun tinggal di halaman rumah. 

Setelah terdiam sejenak, akhirnya Xixa mengangguk pelan, “Aku memang pernah melihatnya, Modi.”

“Jadi benar? Mengapa mereka membuang kami para rumput liar?” Dia mulai cemberut.

“Jangan tersinggung, Modi. Menurut cerita yang kudengar, mereka berpikir kalau kalian itu tidak ada gunanya. Rumput liar cuma merusak pemandangan.”

Modi menghela napas. Matanya melihat dengan tatapan kosong. “Jadi, bagaimana dengan aku? Apakah aku akan mengalami nasib yang sama”

“Jangan berpikir begitu.  Percayalah, semua pasti ada jalan keluar. Kamu akan baik-baik saja.”  Xixa berusaha menghibur sahabat mungilnya.


Keduanya terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.

---   O  ---

Sore itu pemilik rumah datang. Dia tidak sendirian, tapi dengan beberapa orang tak dikenal. Mereka mengobrol agak lama, kemudian meninggalkan rumah.

Modi menarik napas lega ketika orang-orang itu sudah pergi. Dia takut kalau pemilik rumah kembali tinggal di sana. Kalau mereka datang lagi, maka Modi dan teman-temannya kemungkinan akan dibersihkan seperti saudara-saudaranya dulu.


Namun, beberapa hari kemudian orang yang tidak dikenal itu datang kembali dengan teman-temannya. Ternyata dia telah membeli rumah ini dari pemilik lama.


“Ayo, kita bersihkan halaman sekarang.  Cabuti rumput liar itu sampai bersih.” Begitu bunyi perintah pada orang-orang yang mengikutinya.



Modi terperanjat. Dia akan dicabut!


“Bagaimana ini, Xixa? Tolong aku!”  Modi panik.


“Tenanglah, Modi,” ujar Xixa.


Pohon jambu air itu kelihatannya saja tenang. Padahal, dia pun kebingungan. Bagaimana cara menolong sahabatnya?


Sebelum mereka menemukan solusi, tiba-tiba Modi telah dicabut dari tanah.


“Tolong, Xixa!” pekik Modi ketakutan.


Pohon jambu air itu berteriak panik.  “Jangan cabut temanku!”


Dia menjerit memohon agar sahabatnya dilepaskan. Namun, sia-sia. Tidak ada yang mendengar suaranya.  Xixa hanya menangis melihat sahabatnya dilemparkan ke tumpukan rumput-rumput liar yang telah duluan dicabut.

 

“Jaga dirimu baik-baik, Xixa,”  kata Modi disela-sela isak tangisnya.  


Xixa tak mampu menjawab.  Hanya tangisan yang keluar dari tenggorokan. Hatinya sedih sekali.


Modi merasakan terik matahari mulai membakar dedaunannya. Perlahan pandangan mengabur sehingga dia tidak sadarkan diri.

---  O  ---

Angin sepoi-sepoi berhembus menerpa wajah. Modi membuka mata.  Di manakah dia sekarang?


“Xixa, kamukah itu?” Modi memandang pohon jambu air yang tumbuh pas di depannya.


Pohon jambu air itu tidak menjawab. Dia memandangi Modi dengan wajah kebingungan.  


Hingga akhirnya, “Modi! Enggak salah lagi. Kamu pasti Modi. Aku mengenali suaramu, tapi kenapa penampilanmu berbeda?”


Barulah Modi menyadari sekarang. Dahulu dia cuma rumput liar yang mungil nan rapuh. Kalau sekarang? Penampilannya sudah berubah. 


Batangnya lebih kokoh dengan dedaunan dan buah-buah kecil di ujungnya.  Kalau dia tidak keliru, pemilik rumah lama sering membawa buah ini untuk dicampur dengan ikan basah.


“Lihat dirimu, Modi. Sekarang kamu berubah menjadi pohon jeruk nipis,”  pekik Xixa.  “Kamu bukan rumput liar lagi. Sekarang temanku sudah menjadi pohon bermanfaat.”


“Bagaimana aku bisa jadi pohon jeruk nipis?” tanya Modi bingung.


Xixa berpikir sejenak. “Setelah dicabut, kamu layu karena dijemur sampai menguning. Pemilik baru kemudian menanam sebuah tanaman kecil persis di tempatmu tumbuh. Rumput yang telah menguning  diletakkan tepat di samping tanaman baru. Kalau aku tidak salah, kamu dijadikan pupuk.”


"Aku pasti meresap ke dalam pohon kecil. Nah, inilah aku sekarang. Pohon jeruk nipis yang sering dimanfaatkan orang untuk campuran masakan!" Rumput liar itu berseru riang.


“Modi, mudah-mudahan kamu tidak dicabut lagi,” ujar Xixa bahagia.


“Ya, akupun berharap demikian. Kita akan tetap bersama-sama, Sahabatku.”


Keduanya memekik kegirangan. Kalau saja akar mereka tidak tertanam di tanah, pasti keduanya sudah berpelukan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uang Saku untuk Olla

Sore itu, Olla berlari masuk rumah menuju dapur. Keringat deras mengalir dan membasahi dahinya, tapi wajah gadis cilik itu tetap berbinar.  Rambut gadis cilik itu awut-awutan. Namun, langkah kakinya bergegas mendatangi Mama seperti orang ketinggalan kereta. “Ma, boleh minta uang?" ujar Olla sambil mendekati Mama yang sedang sibuk menyiapkan makan malam. “Untuk apa?”  tanya Mama. “Mau beli minuman,” jawab Olla sambil menyeka keringat di dahi dengan punggung tangannya. “Tuh, banyak minuman di kulkas. Ambil saja, enggak usahlah beli di luar. Lebih hemat lagi. Lagipula, Mama sudah beri uang saku tiap pagi sebelum sekolah. Kemana semua?” Mama menjawab sambil terus memotong bawang.  Wajah Olla langsung cemberut. “Sudah habislah di sekolah. Masa Mama nggak tahu kalau aku sering ke kantin.” “ Berhematlah, La. Mama sudah sering bilang begitu. Jangan semua dihabiskan di kantin. Kalau masih ada sisanya, bisa ditabung,”  ujar Mama. Olla jadi kesal. Dia pikir, Mama kok ...

Rahasia Boneka Beruang

  Ada seorang gadis cilik bernama Adinda yang hobi mengoleksi boneka. Orang tua Adinda bahkan sampai membuatkan sebuah kamar khusus untuk menyimpan semua koleksinya. Di ruangan itu ada beragam bentuk boneka seperti Singa, Kelinci, Jerapah, Monyet, dan lain-lain. Tetapi, gadis cilik itu tidak tahu perilaku boneka-bonekanya di dalam ruangan.  Apabila malam tiba, ternyata para boneka bisa hidup dan bergerak sendiri. Namun tidak semuanya!  Hari ini, ada satu boneka yang duduk menyendiri di sudut ruangan, yaitu Beruang. Dia adalah penghuni baru yang datang beberapa hari lalu. Singa yang melihatnya duduk sendirian, langsung datang dan menyapa.  “Hai, Beruang, kenapa kamu diam saja? Tidak ikut bermain-main dengan kami?” Beruang tersenyum sambil menggeleng.  “Aku sedang malas malam ini.” “Malas? Benar, nih? Kami perhatikan sejak kedatanganmu beberapa hari lalu, kamu cuma duduk saja.” Kelinci menimpali. “Iya!”  kata Jerapah.  “Kamu sepertinya bukan ma...

Lomba Mendongeng Negeri Fantasi

"Wow!” Lala Liliput bersorak gembira membaca pengumuman di media sosial Istana Negeri Fantasi. “Ada apa?” tanya Kiki Liliput, sahabatnya yang duduk di kursi seberang.   Lala menunjukkan isi pengumuman itu. Menyambut ulang tahun Ratu Frilly, pemimpin Negeri Fantasi, akan diselenggarakan lomba menulis dongeng. Semua penduduk memang tahu kalau sang Ratu penggemar cerita fiksi itu.  Nanti akan dipilih dongeng terbaik untuk menjadi juara. Dongeng tersebut menjadi hadiah ulang tahun istimewa untuk Ratu Frilly. P emenang lomba pun mendapatkan hadiah jalan-jalan keliling negeri Fantasi. “Aku mau ikut,” kata Lala. “Hadiahnya menarik.” “Tetapi, kamu belum pernah menulis dongeng,” ujar Kiki mengingatkan. "Itu mudah saja. Aku bisa berlatih secepatnya. Yang penting tulis dongeng dan ikut dulu. Siapa tahu menang,” ucap Lala. Kemudian, dia mengambil secarik kertas dan pena, lantas mulai menulis. Setelah selesai, Kiki membaca tulisannya. Cerita Lala berkisah tentang anak perempuan yang dike...