Loli adalah sepatu berpenampilan terbaik di toko Seruni. Warnanya biru bergaris-garis putih. Ada pita keperakan menghias pinggirannya. Sebelah kiri dan kanan sepatu, disematkan mawar-mawar biru mungil mempercantik tampilannya.
Ketika dipajang di etalase, anak-anak perempuan mengaguminya. Akan tapi, mereka tidak jadi membeli karena harga sepatu itu cukup mahal. Meski demikian, Loli bangga sekali karena banyak yang menyukainya.
“Kelak aku pasti dibeli anak istimewa dan tinggal di rak sepatu yang bagus,” ucap Loli pada teman-temannya di toko.
“Belum tentu,” ujar sepasang sepatu olahraga. “Mungkin saja orang biasa yang akan membelimu. Boleh jadi dia mendapat kado dari pamannya yang kaya.”
“Kita lihat saja nanti,” Loli menyombongkan diri. “Sepatu seperti aku tidak semua orang mampu membelinya.”
Sepatu-sepatu lain cuma mendengus kesal melihat keangkuhan Loli. Mereka ingin membuktikan kebenaran ucapannya.
Ketika satu per satu temannya sudah laku, Loli tetap tinggal di etalase. Akan tetapi, dia tidak khawatir. Loli menunggu dengan sabar karena yakin pembeli terbaik akan datang.
Suatu hari, seorang anak perempuan dan Mamanya masuk ke toko Seruni. Gadis cilik nan cantik itu memakai gaun anggun yang menawan. Mereka melihat deretan sepatu yang berjejer rapi di rak dan etalase.
“Ma, aku mau sepatu yang biru bergaris putih itu,” pintanya sambil menunjuk Loli.
“Boleh, Rani, tapi dicoba dulu ukurannya pas atau tidak,” saran Mama.
Rani mencoba sepatu itu di kaki sebelah kanan. Pas benar, apalagi ketika sudah dipasangkan dengan yang sebelah kiri. Mama pun jadi membeli Loli. Sepatu itu bersorak kegirangan.
“Benar yang kukatakan dulu,” ujar Loli pada teman-temannya sebelum meninggalkan toko. “Pembeliku adalah anak yang manis sekali.”
Semua sepatu kesal melihat si angkuh ini akhirnya mendapat pembeli istimewa. Namun mereka pikir, wajar saja karena Loli yang paling menarik di antara semua penghuni toko.
Akhirnya, Loli tiba di rumah Rani yang megah. Dia diletakkan di rak sepatu yang bagus. Akan tetapi, kekagumannya hanya sebentar. Dia kaget melihat keadaan sepatu-sepatu lain yang berderet di sana. Mereka tampak kotor dan berdebu. Ada pula yang kulitnya sudah terkelupas. Loli cemas, jangan sampai dia kelak seperti mereka.
“Apa yang terjadi pada kalian?” tanya Loli khawatir.
“Kamu lihat saja nanti bagaimana Rani memperlakukan kita,” kata sepasang sepatu coklat.
Rani, yang Loli pikir anak manis, ternyata tidak mengurus sepatu-sepatunya dengan baik. Hari ini, setelah membawa Loli bepergian, dia meletakkan sepatu tersebut di teras. Akibatnya, Loli diterpa hujan. Mama marah melihat kemalasan anaknya, serta tidak mengizinkan pembantu mengurus sepatu-sepatu tersebut.
“Kalau tidak mau bertanggung-jawab mengurus sendiri, berikan saja sepatu-sepatu ini untuk orang lain,” ujar Mama kesal.
“Janganlah, Ma, mulai sekarang akan kuurus, kok. Janji,” pinta Rani. Takut juga dia mendengar peringatan Mama.
Namun, sebentar saja Rani ingat akan janjinya. Kalau Mama tak ada di rumah, dia masih sering meletakkan sepatunya sembarangan di teras.
Suatu hari, Rani pulang dengan sahabatnya, Vini, dari pesta ulang tahun teman sekelas. Saat itu Rani memakai sepatu barunya, Loli. Sementara Vini singgah karena mau meminjam buku cerita milik Rani. Keduanya hobi membaca. Ketika mereka sedang melihat-lihat koleksi buku, tiba-tiba turun hujan deras.
“Sepatuku!” Vini bergegas ke teras. Ia memasukkan sepatunya ke dalam rumah, sekaligus membawa Loli. “Jangan biarkan sepatu kita kena hujan. Nanti basah dan cepat rusak.”
“Biar saja, nanti juga kering sendiri,” ujar Rani acuh.
Vini menoleh kesal. “Tak boleh begitu, apalagi sepatumu ini bagus sekali. Mamaku belum tentu mau membelikan sepatu seperti ini.”
Vini membersihkan sepatunya sendiri. Loli sedih karena Rani tak peduli padanya. Karena kurang terawat, sekarang dia tidak sebagus dulu. Andaikan kawan-kawannya di toko tahu keadaannya sekarang, mereka pasti meledek.
“Vini suka dengan sepatu itu?” Tiba-tiba Mama muncul sambil membawa kantong plastik. Ternyata Mama mendengar percakapan tadi. “Bagaimana kalau sepatu ini untuk Vini saja, Ran? Dulu kamu sudah janji, kalau sepatu ini tak terurus Mama boleh beri ke orang lain.”
“Jangan, Ma, nanti tak ada lagi sepatuku,” ujar Rani dengan wajah cemberut.
“Lho, sepatumu banyak, kok, cuma enggak pernah dibersihkan,” ujar Mama.
Vini tersenyum melihat air muka temannya. “Aku ada usul. Gimana kalau kubantu membersihkan rak sepatumu? Di rumah, aku sering membantu Mamaku bersih-bersih. Tadi kulihat rak sepatumu memang kotor sekali.”
“Kamu mau?” tanya Rani kaget. “Enggak jadi meminjam buku?”
“Mencari buku bisa nanti. Dari pada sepatumu dibuang, kita bersihkan aja. Sayang, lho.”
Sore itu keduanya bergotong-royong membersihkan rak sepatu. Rani sangat berterima kasih atas bantuan sahabatnya.
Karena Mama serius mau membuang sepatu-sepatunya, sekarang Rani sudah mengurus mereka dengan baik. Sejak saat itu dia tidak mau menganggap remeh peringatan Mama.
Loli dan teman-teman gembira karena mereka sudah rapi dan bersih. Sekarang sepatu biru itu sudah enggan menyombongkan diri. Dia memang sepatu yang menarik. Hanya saja, kalau Rani tidak mengurusnya dengan baik, Loli akan menjadi buruk rupa.
Komentar
Posting Komentar