Langsung ke konten utama

Tangisan Kelelawar



Malam ini, langit cerah dan Bulan sedang mengobrol dengan Bintang.  Keduanya saling berbagi cerita tentang pengalaman selama mengitari bumi.


“Hu … Hu … Hu …!”  Mendadak terdengar suara tangisan memecahkan keheningan malam.


“Suara apa itu?” tanya Bulan terkejut.


“Aneh, tidak biasanya ada suara tangisan malam-malam begini,”  ucap Bintang.  


Keduanya ketakutan. Suasana sunyi semakin mencekam. Bulan menerangkan cahayanya untuk mencari sumber suara tersebut. Di dahan pohon terdekat, ternyata seekor Kelelawar sedang duduk menangis.


“Oh, kamu rupanya. Huff, kami sudah ketakutan. Kelelawar, kenapa menangis?” tanya Bintang.


Kelelawar mengusap air matanya.  “Aku tidak suka menjadi hewan  malam hari.”


“Lho, kenapa pula tiba-tiba kamu ngomong begitu?”  Bulan bingung mendengar jawaban Kelelawar. Tidak biasanya Kelelawar berkata demikian.


“Lihatlah, semua hewan-hewan tidur saat malam hari. Aku sendirian di sini dan tidak punya teman bermain.” Kelelawar mengeluh.


“Ada kami berdua yang bisa menjadi temanmu,”  kata Bulan berusaha menghibur. “Kamu enggak harus berteman sama hewan.”


“Tapi, kalian tidak bisa menemaniku terbang mengitari langit. Kalian bukan hewan bersayap sepertiku,”  Kelelawar terus bersedih. “Maaf, bukan maksudku meremehkan kalian.”


Bulan berpikir sejenak. “Begini saja.  Besok kamu datang lagi ke tempat ini. Akan kuberitahu sesuatu.”


“Tentang apa?”  tanya Kekelawar penasaran.


“Sabarlah, besok kamu akan tahu,”  jawab Bulan.


Bintang tersenyum mendengarnya.  Dia yakin kalau Bulan mempunyai rencana tertentu.  


“Baiklah,”  Kelelawar setuju.


Bulan dan Bintang pun kembali mengitari langit, meninggalkan Kelelawar yang termangu sendirian di dahan pohon.

===  0  ===

Esok malam, Kelelawar datang kembali ke tempat yang sudah disepakati.  Di langit, dlihatnya Bintang bersinar sendirian tanpa Bulan.


“Lho, Bulan pergi ke mana, Bintang?  Kok, tidak ada? Padahal, dia yang kemarin menyuruhku kemari,”  tanya Kelelawar bingung.


“Tak tahulah, Kelelawar, tapi tadi kulihat dia sedang sedih,” jawab Bintang dengan suara lirih.


“Kenapa?”


“Setelah mendengar ceritamu kemarin, dia mendadak murung. Mungkin terpengaruh dengan kisahmu.  Dia sempat ngomong kalau sekarang sudah jadi mahluk malam tak berguna,” jawab Bintang pelan.


“Apa!” pekik Kelelawar.  “Bintang, aku tidak bermaksud membuatnya sedih. Aku membicarakan diriku sendiri, bukan dia!”


“Sudah kukatakan begitu, tapi dia tidak mau mendengar” keluh Bintang.


Tiba-tiba Kelelawar menangis lagi dengan suara nyaring!


“Kelelawar, kenapa menangis?  Kamu terus-terusan menangis,” Bintang  semakin heran.


“Ini semua salahku! Coba aku tidak mengeluh kemarin. Sekarang Bulan sudah pergi entah ke mana.  Sepi malam ini tanpa sinarnya,”  jawab Kelelawar diantara sedu sedan.


“Maksudmu?”


“Aku sering memperhatikan anak-anak bermain di bawah sinar Bulan.  Mereka ceria sekali. Kalau Bulan tidak ada, bagaimana mereka nanti bermain-main? Gelap gulita semua,” ucap Kelelawar lagi.


“Tadi dia bilang ingin mendampingi matahari pada siang hari.”


“Aku tidak setuju!” Kelelawar kesal. “Siapa yang akan menerangi bumi malam begini? Cukuplah matahari saja bersinar siang hari.”


Diam-diam Bintang tersenyum mendengarnya.


Kelelawar melanjutkan.  “Sekarang Bulan tidak ada.  Barulah aku tahu kalau malam sepi sekali tanpa kemunculannya. Bintang, andaikan Bulan ada di sini, akan kukatakan kalau dia seharusnya senang menjadi mahluk malam hari.”


“Oya?”  Mendadak Bulan muncul dari balik awan.


“Hah! Kalian berdua mau membohongiku, ya?”  Kelelawar marah.


Bulan dan Bintang tersenyum memaklumi.


“Jangan marah dulu, Kelelawar.  Kami cuma ingin membuktikan kalau kita ini sebenarnya mahluk malam yang berguna dan unik, termasuk kamu,”  kata Bulan.


“Berguna dan unik bagaimana?”  tanya Kelelawar kebingungan.


“Tanpa kita bertiga, suasana malam hari pasti sunyi,”  lanjut Bulan.


“Kelelawar berbeda dari burung merpati dan hewan lain yang berkeliaran siang hari. Sama seperti Bulan berbeda dengan matahari,”  Bintang menimpali. “Tanpa kita, suasana malam akan membosankan.”


“Tahukah kamu, Kelelawar, Bintang dan aku suka memperhatikanmu terbang di antara pepohonan. Malam menjadi ramai dengan suaramu. Pasti nuansanya berbeda kalau kamu terbang siang hari.”


“Kalian mau aku tetap terbang malam hari?”  tanya Kelelawar.


Bulan dan Bintang mengangguk setuju.


“Nah, Kelelawar,“  kata Bulan.  “Mulai sekarang maukah kau tetap bersama-sama kami?  Temani kami mengisi waktu malam hari.”


“Bulan akan menyinari bumi,  sementara kamu tetap beterbangan di antara pepohonan. Sedangkan aku berkelap-kelip indah di langit,”  saran Bintang.  “Suasana malam akan lebih ramai bersama kita.”


Akhirnya, Kelelawar mengangguk setuju. Walaupun tanpa sayap, Bulan dan Bintang tetap menjadi temannya melintasi malam. Sekarang dia enggan meninggalkan Bulan dan Bintang, yang selama ini selalu menemaninya.  


Lagipula kalau terbang di siang hari, apa bedanya dia dengan hewan lain? Seperti kata Bulan tadi, dia justru unik karena muncul saat malam tiba. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uang Saku untuk Olla

Sore itu, Olla berlari masuk rumah menuju dapur. Keringat deras mengalir dan membasahi dahinya, tapi wajah gadis cilik itu tetap berbinar.  Rambut gadis cilik itu awut-awutan. Namun, langkah kakinya bergegas mendatangi Mama seperti orang ketinggalan kereta. “Ma, boleh minta uang?" ujar Olla sambil mendekati Mama yang sedang sibuk menyiapkan makan malam. “Untuk apa?”  tanya Mama. “Mau beli minuman,” jawab Olla sambil menyeka keringat di dahi dengan punggung tangannya. “Tuh, banyak minuman di kulkas. Ambil saja, enggak usahlah beli di luar. Lebih hemat lagi. Lagipula, Mama sudah beri uang saku tiap pagi sebelum sekolah. Kemana semua?” Mama menjawab sambil terus memotong bawang.  Wajah Olla langsung cemberut. “Sudah habislah di sekolah. Masa Mama nggak tahu kalau aku sering ke kantin.” “ Berhematlah, La. Mama sudah sering bilang begitu. Jangan semua dihabiskan di kantin. Kalau masih ada sisanya, bisa ditabung,”  ujar Mama. Olla jadi kesal. Dia pikir, Mama kok ...

Rahasia Boneka Beruang

  Ada seorang gadis cilik bernama Adinda yang hobi mengoleksi boneka. Orang tua Adinda bahkan sampai membuatkan sebuah kamar khusus untuk menyimpan semua koleksinya. Di ruangan itu ada beragam bentuk boneka seperti Singa, Kelinci, Jerapah, Monyet, dan lain-lain. Tetapi, gadis cilik itu tidak tahu perilaku boneka-bonekanya di dalam ruangan.  Apabila malam tiba, ternyata para boneka bisa hidup dan bergerak sendiri. Namun tidak semuanya!  Hari ini, ada satu boneka yang duduk menyendiri di sudut ruangan, yaitu Beruang. Dia adalah penghuni baru yang datang beberapa hari lalu. Singa yang melihatnya duduk sendirian, langsung datang dan menyapa.  “Hai, Beruang, kenapa kamu diam saja? Tidak ikut bermain-main dengan kami?” Beruang tersenyum sambil menggeleng.  “Aku sedang malas malam ini.” “Malas? Benar, nih? Kami perhatikan sejak kedatanganmu beberapa hari lalu, kamu cuma duduk saja.” Kelinci menimpali. “Iya!”  kata Jerapah.  “Kamu sepertinya bukan ma...

Lomba Mendongeng Negeri Fantasi

"Wow!” Lala Liliput bersorak gembira membaca pengumuman di media sosial Istana Negeri Fantasi. “Ada apa?” tanya Kiki Liliput, sahabatnya yang duduk di kursi seberang.   Lala menunjukkan isi pengumuman itu. Menyambut ulang tahun Ratu Frilly, pemimpin Negeri Fantasi, akan diselenggarakan lomba menulis dongeng. Semua penduduk memang tahu kalau sang Ratu penggemar cerita fiksi itu.  Nanti akan dipilih dongeng terbaik untuk menjadi juara. Dongeng tersebut menjadi hadiah ulang tahun istimewa untuk Ratu Frilly. P emenang lomba pun mendapatkan hadiah jalan-jalan keliling negeri Fantasi. “Aku mau ikut,” kata Lala. “Hadiahnya menarik.” “Tetapi, kamu belum pernah menulis dongeng,” ujar Kiki mengingatkan. "Itu mudah saja. Aku bisa berlatih secepatnya. Yang penting tulis dongeng dan ikut dulu. Siapa tahu menang,” ucap Lala. Kemudian, dia mengambil secarik kertas dan pena, lantas mulai menulis. Setelah selesai, Kiki membaca tulisannya. Cerita Lala berkisah tentang anak perempuan yang dike...