Di dalam dapur pada sebuah rumah, tinggallah dua sahabat, yaitu Kuali dan Panci. Mereka sering berbagi cerita dan pengalaman tentang memasak berbagai jenis makanan.
Setiap hari, ada beragam masakan keluarga yang disajikan Mama dan Kakak. Kuali dan Panci senang sekali bisa membantu mereka.
“Kemarin Mama merebus sup buntut dengan menggunakanku. Harum luar biasa. Sayang, aku tak bisa memakannya. Kalau bisa, sudah kuhabiskan semua.” Panci tertawa saat menceritakan pengalamannya.
Kuali tidak mau kalah. ”Kalau Kakak kemarin menggoreng ayam dengan menggunakanku. Renyah sekali. Sampai sekarang aku masih ingat rasa bumbunya.”
Kompor yang dari tadi mendengar percakapan mereka langsung menyela. ”Kalian tahu, tanpa aku masakan mereka tak akan jadi apapun? Kalian lupa pada jasa-jasaku.”
“Lho, bukan maksud kami melupakanmu, Kompor. Kami wadahnya, sedangkan kamu digunakan untuk memasak. Kita bekerja sama,” jawab Kuali.
“Tidak! Sebagai wadahnya mereka bisa menggunakan periuk atau kukusan. Tapi, yang memasaknya tetap aku! Tidak ada peralatan lain.” Kompor berkacak pinggang.
“Belum tentu selamanya kamu akan dipakai terus memasak,” Panci menimpali.
“Iya, jangan jadi sombong begitu,” Kuali menjawab kesal. “Teknologi terus berkembang. Siapa tahu suatu saat nanti kamu digantikan dengan peralatan lain yang lebih canggih.”
“Kalian enggak percaya?” tanya Kompor pongah. “Coba pikirkan. Kalau aku rusak mereka tidak bisa memasak. Akhirnya, mereka harus beli makanan di rumah makan. Membeli makanan di luar pasti lebih mahal.”
“Kami tak percaya!” ujar Kuali sengit.
“Walaupun tidak ada kamu, Kompor, mereka tetap bisa makan dengan biaya murah,” sambung Panci.
“Oke, kalian lihat sendiri!” jawab Kompor.
Kesal karena dilawan terus, Kompor ingin membuktikan ucapannya. Siang itu, dia berpura-pura rusak. Kompor egois, ya! Untuk menunjukkan pengaruhnya, dia menyusahkan orang lain. Kompor tak peduli jika ada yang menjadi repot karena tingkahnya.
Benar saja! Ketika Kakak hendak memasak, dia menemukan Kompor tidak bisa dinyalakan. Langsung saja Kakak memberitahu Mama kalau alat memasak mereka rusak.
“Bagaimana ini, Ma?” tanya Kakak sambil memutar-mutar tombol Kompor.
Mama berpikir sejenak. “Selama ini kita sering masak nasi di listrik dengan rice cooker. Coba sebagai ganti Kompor, kita gunakan alat ini. Mungkin bisa. Mama pernah dengar caranya dari teman.”
“Maksudnya, kita memasak lauk pauk pakai rice cooker?” Kakak kebingungan.
“Iya, nasi dalam rice cooker sudah masak, kan? Pindahkan saja ke wadah. Ayo, kita coba masak sayur dan sup ayam pakai rice cooker.” Mama segera menyiapkan bumbu-bumbu.
Kakak membantu dengan memasukkan air ke dalam rice cooker. Setelah mendidih, satu persatu bahan dimasukkan hingga matang. Kakak memperhatikan Mama dengan rasa ingin tahu.
“Nah, beginilah caranya.” Mama menjelaskan. “Kalau masak sayur, air ditunggu sampai mendidih. Setelah itu sayuran dimasukkan dan masak hingga matang.”
“Kalau sup ayam gimana, Ma? Kita juga mau makan sup ayam siang ini,” tanya Kakak.
“Sama saja caranya. Masukkan ayam dan bumbu-bumbu saat air sudah mendidih. Tunggu sampai daging matang dan lembut.”
“Untuk ikan goreng?”
Mama melihat ke dalam lemari makan. Ternyata persediaan ikan tadi pagi masih banyak.
“Aman,” kata Mama. “Kita tidak perlu menggoreng ikan.”
Akhirnya, hidangan untuk makan siang pun selesai. Nasi, sayur-sayuran, hingga lauk pauk semua tersedia di meja makan, tanpa memakai Kompor.
Melihat kejadian itu Kuali dan Panci tersenyum-senyum. “Bagaimana, Kompor, sekarang sudah kamu percaya? Mereka bisa memasak tanpa menggunakan jasamu, kan?”
Kompor terdiam dengan wajah merah padam. Sejak saat itu dia tidak berani lagi meremehkan Panci dan Kuali.
Komentar
Posting Komentar