“Kukuruyuuuk!”
Pagi itu Kiko Ayam berkokok seperti biasa. Dia tak pernah bosan membangunkan penghuni desa Fabelia dengan lengkinga nyaring.
“Aduh, berisik!” Tiba-tiba ada yang marah. “Suaramu mengganggu tidur nyenyakku.”
Kiko kaget. Selama ini tak ada yang mengeluh dengan kukuruyuknya. Akan tetapi, sekarang tepat di depan rumah, berdiri Belo Kucing sambil bertolak pinggang.
“Sudah beberapa hari aku tinggal di desa Fabelia. Setiap pagi suaramu paling ribut di sini,” ujar Belo.
“Maaf, Belo, dari dulu setiap pagi aku selalu berkukuruyuk dan tak ada yang marah,” kata Kiko pada tetangga barunya.
“Itu karena rumah mereka agak jauh. Berbeda dengan kita. Rumahku persis berada di samping rumahmu,” Belo kesal.
Kiko terdiam sejenak. Sebenarnya dia enggan berdebat dengan tetangga sendiri. Namun, sekarang Belo melarangnya berkokok. Padahal, dia masih ingin terus melantunkan kukuruyuk.
Kiko berpikir dan mencari ide bagaimana caranya meyakinkan Belo? Tiba-tiba ayam itu ingat kalau teman-teman hewan masih suka mendengar suaranya.
“Tapi, banyak warga desa kita yang senang mendengar kukuruyukku. Suara ini membangunkan mereka setiap pagi hari,” ucap Kiko.
Belo membantah. “Aku tak percaya. Sekarang semua hewan sudah punya jam weker di rumahnya. Mereka bisa memasang alarm untuk bangun pagi. Suara kukuruyukmu tidak penting lagi.”
Kiko menghela napas sedih. Mungkin Belo benar. Dulu teman-teman sering memuji suaranya. Sekarang pujian itu sudah mulai berkurang.
“Baik, besok aku akan berhenti berkokok.” Kiko mengalah.
Mungkin memang sudah waktunya Kiko mengubah kebiasaan setiap pagi. Sekarang sudah banyak yang menggunakan jam weker.
“Bagus kalau kamu mengerti,” ujar Belo senang.
Kucing itu kembali ke rumahnya sambil tersenyum penuh kemenangan. Mulai besok tak ada lagi yang mengusik tidur nyamannya.
Esok hari, Kiko menepati ucapannya. Ketika matahari terbit, dia hanya berdiam diri. Sebenarnya Kiko masih ingin berkokok seperti biasa, tapi dia sudah berjanji dengan tetangga sebelah.
Kiko melihat sekeliling rumahnya yang agak berantakan. Daripada duduk diam, sebaiknya mencari kegiatan baru. Dia berpikir, sebelum pergi ke kebun jagung, rumah dirapikan dulu. Ayam itu segera mengambil sapu.
Kiko pun memulai kegiatannya membersihkan rumah. Ketika dia sedang sibuk, tiba-tiba Rara Kelinci datang dengan wajah cemas.
“Ko, ada apa denganmu hari ini? Kamu sakit?” tanyanya.
Kiko menggeleng. “Aku baik-baik saja, Ra. Kenapa?”
“Hari ini aku tak mendengarmu berkokok. Ada yang kurang kalau bangun pagi tanpa kukuruyukmu.”
Kiko menceritakan kemarahan Belo kemarin. “Itu sebabnya aku berhenti berkokok. Lagi pula, kupikir kalian tak membutuhkan suaraku lagi.”
Setelah mendengar cerita Kiko, sekarang giliran Rara yang kesal. “Itu tidak benar. Kami senang ada suara ayam berkokok. Belo hewan baru di sini. Dia belum tahu kebiasaan warga kita.”
Rara segera mengunjungi teman-teman lain dan menuturkan cerita tadi. Akhirnya, banyak warga desa Fabelia mendatangi rumah Belo dan Kiko.
“Kami setiap pagi senang mendengar kukuruyukmu, Kiko,” ujar Rara. “Karena suaramu aku rajin bangun pagi dan bisa cepat pergi ke kebun wortel. Belo tak boleh melarang.”
“Benar, aku juga bisa cepat bangun pagi dan bersiap-siap membuka toko susu,” Dindin Kambing menimpali.
“Aku pun tidak kesiangan pergi ke kebun sayur,” kata Yoyo Kancil. “Suara kukuruyuk Kiko sangat membantu.”
Belo yang mendengar itu segera membantah. “Tapi, kalian pasti punya jam weker di rumah. Kenapa masih perlu mendengar suara Kiko?”
“Kami lebih senang mendengar kukuruyuk Kiko daripada weker. Berbeda dengan alarm, suaranya membuat kami bersemangat,” ucap Rara.
Hewan-hewan yang berkumpul mengangguk setuju.
“Belo, aku tahu kucing suka tidur lama. Kemarin Dudi Angsa cerita kalau kamu sering kesiangan menjual ikan ke pasar. Apa tidak takut ikanmu membusuk?” tanya Dindin.
“Kalau ikanmu berbau amis siapa yang mau beli?” sambung Rara.
Sekarang giliran Belo yang terdiam malu. Kemalasannya bangun pagi sudah diketahui teman-teman baru.
“Jangan marahlah. Aku cuma belum terbiasa mendengar kokok ayam di pagi hari. Di tempatku dulu tidak ada ayam bersuara nyaring seperti Kiko,” ujar Belo pelan.
“Kami tidak marah samamu, Lo,” Yoyo mengingatkan. “Tapi, inilah kebiasaan di sini. Kami selalu bangun pagi dengan kukuruyuk.”
“Lagi pula bangun pagi itu kebiasaan baik. Semakin cepat ke pasar, siapa tahu ikan-ikanmu semakin cepat laku,” Dindin memberi ide. “Banyak yang suka ikan segar.”
“Iyalah, mulai besok aku pun mau ikut mendengar suara Kiko berkokok lagi,” Belo tersenyum pada Kiko. “Besok bangunkan kami ya, Kiko. Aku pun mau cepat pergi berjualan.”
“Hore!” Hewan-hewan lain bersorak gembira. Akhirnya!
“Tunggu dulu. Aku belum selesai,” kata Belo. “Kenapa aku mau cepat pergi berjualan? Karena setelah pulang dari pasar, aku bisa tidur lagi di rumah.”
“Ha, ha, ha!” Sekarang semua tertawa.
Mereka sudah maklum dengan kebiasaan Belo Kucing yang hobi tidur lama
Komentar
Posting Komentar