Langsung ke konten utama

Angin, Awan, dan Matahari

 



Sore ini, Angin sedang bertiup di langit biru. Sejauh mata memandang, hanya dia yang berseliweran di sana. Bosan bergerak sendirian, Angin mencari teman-temannya menuju desa sebelah timur.  


Saat tiba di sana, dia melihat Awan sedang menurunkan hujan. Angin mengamati suasana desa yang damai dan sejuk dengan guyuran air dari langit.


“Awan, boleh aku ikut berembus di sini?”  tanya Angin.  “Kayaknya kurang seru kalau hujan tanpa angin.”


“Tentu saja boleh,”  jawab Awan sambil tersenyum.


Angin pun segera bertiup kencang melewati pemukiman penduduk. Wusss !  Wusss ! Pohon-pohon bergoyang. Atap rumah berderak-derak.


“Apa yang kamu lakukan?” Awan kaget melihat gerak-gerik kawannya. “Kamu berembus terlalu kencang.”


“Ini supaya suasana lebih ramai. Aku suka melihat dedaunan pohon bergoyang-goyang ketika melintas,” jawab Angin sambil terus berputar-putar.


“Tapi, caramu itu membahayakan,” ucap Awan kesal.  “Bagaimana kalau tiba-tiba ada pohon tumbang dan menimpa orang lewat?”


“Aku tak bermaksud begitu,”  jawab Angin sewot.  “Aku hanya mau bertiup sambil bermain-main.”


“Kamu cuma mengacaukan suasana,”  ujar Awan.  “Sudahlah, lebih baik kamu cari tempat lain saja. Daripada nanti anak-anak ketakutan.”


Angin kesal dituduh sebagai pengacau. Dengan perasaan marah, dia pergi dari tempat itu. Angin melintas menuju desa sebelah barat. Di sana temannya yang lain, Matahari, sedang bersinar.



“Ada apa, Angin? Wajahmu kenapa cemberut?” tanya Matahari ketika melihat kedatangannya.


“Barusan aku dimarahi Awan,”  jawab Angin ketus. “Kok, begitu caranya  dengan teman sendiri.”


“Kenapa dia sampai marah?  Kamu pasti ada berbuat sesuatu.” Matahari menebak.


Angin menceritakan peristiwa yang tadi terjadi.


“Tentu saja Awan marah,” ujar Matahari tersenyum maklum. “Perbuatanmu itu bukan saja mengganggu, tapi juga membahayakan orang lain.”


“Sungguh, aku hanya ingin bermain-main,”  ucap Angin kesal. “Tak ada niatku mengganggu siapa pun. Dia saja yang menuduh sembarangan.”


“Tenanglah, aku akan menunjukkan sesuatu padamu,” saran Matahari.  “Aku tahu tempat di mana kamu bisa bertiup dan menyenangkan orang.”


“Maksudmu apa?” tanya Angin bingung.


Matahari menunjuk sekelompok anak yang sedang bermain layangan di sebuah lapangan. 


“Bagaimana kalau kamu berembus di sana? Anak-anak pasti senang karena layang-layang mereka terbang tinggi.”


“Ide bagus,”  ucap Angin riang dan langsung menuju ke sana.


“Tapi ingat, jangan berembus terlalu kencang,” Matahari mengingatkan. “Nanti layang-layang mereka malah putus.”


Angin pun bertiup di atas lapangan. Embusannya membawa layang-layang terbang semakin tinggi.




“Hore!” Anak-anak bersorak riang.  


Suasana sore itu menjadi meriah ketika angin bertiup mengangkat layangan tinggi.


Angin senang bisa ikut bermain-main dengan mereka.  Sekarang di wajahnya terukir senyuman. Setelah lama berputar-putar di atas lapangan, dia kembali menemui Matahari.


“Benar juga, ya, embusanku membuat mereka gembira,” ucap Angin.


“Aku masih punya satu tempat lagi untukmu,” ujar Matahari. “Mau?”


“Di mana?”  tanya Angin antusias.


“Kamu lihat taman itu? Di sana, seorang anak bernama Lita sedang  bermain ayunan bersama Mamanya. Bagaimana kalau kamu bertiup lembut mengelilingi mereka?”  saran Matahari.


Angin segera meleset ke taman. Benar juga. Di sana seorang anak sedang berayun-ayun ditemani Mamanya. Udara bergerak itu langsung berputar sepoi-sepoi.


“Wah, karena angin bertiup udara jadi sejuk, ya, Ma,”  ujar Lita.


Mama mengangguk. “Cuacanya pun tak terlalu panas.”


Angin senang mendengarnya.  Dia berputar-putar cukup lama di taman. Kemudian kembali menjumpai Matahari.


“Mereka senang dengan kedatanganku,”  kata Angin.


“Nah, itulah yang dimaksud Awan tadi,”  ujar Matahari.  “Kamu boleh berembus sambil bermain, tapi, jangan sampai membuat orang ketakutan.”


Angin mengangguk paham. Sekarang dia tidak marah lagi pada Awan.  Ternyata  temannya mempunyai maksud baik.  Nanti kalau bertemu lagi, dia mau berdamai dengan Awan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uang Saku untuk Olla

Sore itu, Olla berlari masuk rumah menuju dapur. Keringat deras mengalir dan membasahi dahinya, tapi wajah gadis cilik itu tetap berbinar.  Rambut gadis cilik itu awut-awutan. Namun, langkah kakinya bergegas mendatangi Mama seperti orang ketinggalan kereta. “Ma, boleh minta uang?" ujar Olla sambil mendekati Mama yang sedang sibuk menyiapkan makan malam. “Untuk apa?”  tanya Mama. “Mau beli minuman,” jawab Olla sambil menyeka keringat di dahi dengan punggung tangannya. “Tuh, banyak minuman di kulkas. Ambil saja, enggak usahlah beli di luar. Lebih hemat lagi. Lagipula, Mama sudah beri uang saku tiap pagi sebelum sekolah. Kemana semua?” Mama menjawab sambil terus memotong bawang.  Wajah Olla langsung cemberut. “Sudah habislah di sekolah. Masa Mama nggak tahu kalau aku sering ke kantin.” “ Berhematlah, La. Mama sudah sering bilang begitu. Jangan semua dihabiskan di kantin. Kalau masih ada sisanya, bisa ditabung,”  ujar Mama. Olla jadi kesal. Dia pikir, Mama kok ...

Rahasia Boneka Beruang

  Ada seorang gadis cilik bernama Adinda yang hobi mengoleksi boneka. Orang tua Adinda bahkan sampai membuatkan sebuah kamar khusus untuk menyimpan semua koleksinya. Di ruangan itu ada beragam bentuk boneka seperti Singa, Kelinci, Jerapah, Monyet, dan lain-lain. Tetapi, gadis cilik itu tidak tahu perilaku boneka-bonekanya di dalam ruangan.  Apabila malam tiba, ternyata para boneka bisa hidup dan bergerak sendiri. Namun tidak semuanya!  Hari ini, ada satu boneka yang duduk menyendiri di sudut ruangan, yaitu Beruang. Dia adalah penghuni baru yang datang beberapa hari lalu. Singa yang melihatnya duduk sendirian, langsung datang dan menyapa.  “Hai, Beruang, kenapa kamu diam saja? Tidak ikut bermain-main dengan kami?” Beruang tersenyum sambil menggeleng.  “Aku sedang malas malam ini.” “Malas? Benar, nih? Kami perhatikan sejak kedatanganmu beberapa hari lalu, kamu cuma duduk saja.” Kelinci menimpali. “Iya!”  kata Jerapah.  “Kamu sepertinya bukan ma...

Lomba Mendongeng Negeri Fantasi

"Wow!” Lala Liliput bersorak gembira membaca pengumuman di media sosial Istana Negeri Fantasi. “Ada apa?” tanya Kiki Liliput, sahabatnya yang duduk di kursi seberang.   Lala menunjukkan isi pengumuman itu. Menyambut ulang tahun Ratu Frilly, pemimpin Negeri Fantasi, akan diselenggarakan lomba menulis dongeng. Semua penduduk memang tahu kalau sang Ratu penggemar cerita fiksi itu.  Nanti akan dipilih dongeng terbaik untuk menjadi juara. Dongeng tersebut menjadi hadiah ulang tahun istimewa untuk Ratu Frilly. P emenang lomba pun mendapatkan hadiah jalan-jalan keliling negeri Fantasi. “Aku mau ikut,” kata Lala. “Hadiahnya menarik.” “Tetapi, kamu belum pernah menulis dongeng,” ujar Kiki mengingatkan. "Itu mudah saja. Aku bisa berlatih secepatnya. Yang penting tulis dongeng dan ikut dulu. Siapa tahu menang,” ucap Lala. Kemudian, dia mengambil secarik kertas dan pena, lantas mulai menulis. Setelah selesai, Kiki membaca tulisannya. Cerita Lala berkisah tentang anak perempuan yang dike...