Langsung ke konten utama

Koky, Ikan Mas dari Telaga Hutan

 


Koky adalah seekor anak ikan mas yang tinggal dalam telaga di tengah hutan. Badannya lebih mungil dari teman-temannya. Gerakannya di air agak lamban. Tenaga Koky pun tidak setangguh ikan lain. Kalau ada perlombaan renang, dia tidak pernah menang. 


Karena itu Koky minder dan lebih suka menyendiri. Setiap hari dia cuma berenang di depan rumahnya. Dari kejauhan, Koky sering memandangi teman-temannya yang bermain. Hanya pada Ibunya dia mau bercerita tentang keinginannya.


“Sebenarnya aku ingin bermain dengan ikan-ikan lain, Bu,”  kata Koky.  “Tapi, aku  sering kalah cepat kalau berenang beramai-ramai. Mereka sudah melesat jauh dan aku pun ketinggalan dari rombongan.”


“Mintalah supaya mereka jangan terlalu cepat berenang,” saran Ibunya. "Agar kalian bisa beriringan."


Koky menggeleng. “Mereka belum  tentu mau.  Aku saja yang  lamban.”




Ibunya selalu membujuk agar Koky mau bergabung, tapi dia selalu menolak. Karena Koky enggan bermain dengan temannya, sekarang tiada seekor pun dari mereka yang mengunjunginya di rumah. 


Suatu hari Koky mendengar percakapan Ibunya dengan, Luvi Mujair. Ikan itu bercerita tentang sungai kecil yang menghubungkan telaga dengan danau. Luvi pernah berkunjung ke danau tersebut. Tempatnya indah dan teduh dinaungi pepohonan.  


Koky ingin ke danau. Dia suka berenang di bawah naungan pohon rindang. Kelak dia akan menceritakan pengalamannya dengan bangga. Ikan-ikan yang mendengar pasti memandang kagum. Apalagi menurut cerita Luvi, tidak mudah sampai ke danau itu.


Koky tahu kalau Ibu akan melarang. Maka diam-diam, pergilah dia sendirian. Tidak sukar mencari sungai kecil penghubung yang dimaksud Luvi.  Koky pernah melewatinya. Cuma, anak ikan dilarang masuk ke sana. Namun, larangan justru membuat Koky  penasaran.


Dia ingin membuktikan ketangguhannya melewati tantangan. Koky memang tidak mampu berenang secepat teman-temannya. Tetapi, dia mau mencoba berenang sendirian melewati sungai menuju danau. Ini akan jadi pengalaman yang menyenangkan.




Sekarang Koky mulai menyusuri sungai itu.  Di kiri kanan tampak bermacam-macam ikan berenang.  Bentuk dan warna mereka beragam. Jumlahnya lebih banyak daripada ikan di telaga.


“Hai, Ikan Kecil, mau ke mana?”  Saat dia menyusuri pinggiran sungai, ada suara  menyapa.


Koky menoleh dan melihat seekor ikan lele berukuran tiga kali lebih besar darinya. Kumis lele melambai-lambai tersapu arus sungai. Matanya membelalak menatap Koky. 


Ikan mungil itu ingat, Ibu pernah berkata agar menjauhi ikan ini. Mereka punya sirip yang berbahaya. Di balik sirip itu ada benda seperti jarum yang sakit kalau tertusuk. Benda itu biasa disebut dengan patil lele.


“Eh, hmm, mau ke sana,”  jawab Koky gugup.


“Ayo, aku antar. Nanti kamu tersesat.”  Lele tersenyum sambil kembali melambai-lambaikan kumisnya.


Koky ragu karena tak mengenal ikan itu. Walaupun mungil, Koky selalu waspada dan tidak mudah percaya pada ikan asing. Apalagi mengingat pesan dari Mamanya untuk selalu berhati-hati.




Koky segera berbalik dan berenang kembali menuju telaga. Namun, gawat! Lele malah mengejarnya. Ikan mungil itu kesulitan berenang cepat.  Sementara, lele sudah mulai mendekat. Koky hampir menangis putus asa.


“Berhenti!  Jangan ganggu anak ikan itu!”


Koky mendengar suara yang sudah  dikenal. Dia menarik napas lega. Di depannya tampak Luvi bersama beberapa ekor ikan dari telaga berenang mengelilingi lele.


“Jangan ganggu dia!  Ini adik kami,”  kata Luvi tegas.


Ikan lele ketakutan melihat banyak ikan mas berukuran jumbo mengelilinginya.  Dia segera pergi dari tempat itu.


“Terima kasih." Koky menangis di antara Luvi dan teman-temannya. “Entah bagaimana jadinya kalau kalian tidak segera datang.”


“Sudahlah, sekarang keadaan aman,”  hibur Luvi.  “Ayo, kita pulang.  Ibumu menunggu.”


“Dari mana kalian tahu aku ada di sini”  tanya Koky bingung.


“Ibumu khawatir dan sibuk mencarimu. Kemudian, ada teman kami yang melihat kamu masuk ke aliran sungai ini. Maka beramai-ramailah kami menjemput,”  Luvi menjelaskan."




Ketika bertemu dengan Ibu, Koky langsung minta maaf karena pergi tanpa pamit. Ibu sulit marah karena bahagia bisa bertemu kembali dengan anaknya. Ibu hanya menasihati agar lain kali perbuatan tadi jangan diulangi.


“Koky bermain-main dengan anak-anak ikan di sini saja,”  ajak Luvi.


“Aku berenang terlalu lambat dibandingkan mereka,”  kata Koky. “Maukah mereka bermain denganku?”


Luvi memanggil beberapa anak ikan.  “Kalian mau bermain-main dengan Koky? Dia bilang berenangnya sering terlambat dan ketinggalan.”


“Kami mau saja,”  jawab seekor anak ikan gurami sambil tersenyum. “Kalau berenangnya lambat, kami bisa menunggu, kok.”


“Iya, selama ini kami pikir dia yang menolak bermain dengan kami,”  ujar anak ikan patin.  “Koky selalu menyendiri.”


“Kamu dengar itu, Koky?”  tanya Luvi. “Mulai sekarang, pergilah bermain bersama mereka.”


Koky mengangguk. Sekarang dia mau bermain dengan anak-anak ikan telaga. Koky terus berlatih supaya dia bisa berenang secepat teman-temannya. Mereka pun tidak perlu lama menunggunya. Dia enggan mengeluh dan terus meningkatkan kemampuannya. 


Sekarang Koky menolak pergi ke tempat yang tidak dikenalnya, apalagi seorang diri. Kalau ingin berjalan-jalan, dia pergi bersama temannya. Koky tidak mau membuat Ibunya khawatir. Di luar sana keadaan belum tentu aman untuk ikan kecil.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uang Saku untuk Olla

Sore itu, Olla berlari masuk rumah menuju dapur. Keringat deras mengalir dan membasahi dahinya, tapi wajah gadis cilik itu tetap berbinar.  Rambut gadis cilik itu awut-awutan. Namun, langkah kakinya bergegas mendatangi Mama seperti orang ketinggalan kereta. “Ma, boleh minta uang?" ujar Olla sambil mendekati Mama yang sedang sibuk menyiapkan makan malam. “Untuk apa?”  tanya Mama. “Mau beli minuman,” jawab Olla sambil menyeka keringat di dahi dengan punggung tangannya. “Tuh, banyak minuman di kulkas. Ambil saja, enggak usahlah beli di luar. Lebih hemat lagi. Lagipula, Mama sudah beri uang saku tiap pagi sebelum sekolah. Kemana semua?” Mama menjawab sambil terus memotong bawang.  Wajah Olla langsung cemberut. “Sudah habislah di sekolah. Masa Mama nggak tahu kalau aku sering ke kantin.” “ Berhematlah, La. Mama sudah sering bilang begitu. Jangan semua dihabiskan di kantin. Kalau masih ada sisanya, bisa ditabung,”  ujar Mama. Olla jadi kesal. Dia pikir, Mama kok ...

Rahasia Boneka Beruang

  Ada seorang gadis cilik bernama Adinda yang hobi mengoleksi boneka. Orang tua Adinda bahkan sampai membuatkan sebuah kamar khusus untuk menyimpan semua koleksinya. Di ruangan itu ada beragam bentuk boneka seperti Singa, Kelinci, Jerapah, Monyet, dan lain-lain. Tetapi, gadis cilik itu tidak tahu perilaku boneka-bonekanya di dalam ruangan.  Apabila malam tiba, ternyata para boneka bisa hidup dan bergerak sendiri. Namun tidak semuanya!  Hari ini, ada satu boneka yang duduk menyendiri di sudut ruangan, yaitu Beruang. Dia adalah penghuni baru yang datang beberapa hari lalu. Singa yang melihatnya duduk sendirian, langsung datang dan menyapa.  “Hai, Beruang, kenapa kamu diam saja? Tidak ikut bermain-main dengan kami?” Beruang tersenyum sambil menggeleng.  “Aku sedang malas malam ini.” “Malas? Benar, nih? Kami perhatikan sejak kedatanganmu beberapa hari lalu, kamu cuma duduk saja.” Kelinci menimpali. “Iya!”  kata Jerapah.  “Kamu sepertinya bukan ma...

Lomba Mendongeng Negeri Fantasi

"Wow!” Lala Liliput bersorak gembira membaca pengumuman di media sosial Istana Negeri Fantasi. “Ada apa?” tanya Kiki Liliput, sahabatnya yang duduk di kursi seberang.   Lala menunjukkan isi pengumuman itu. Menyambut ulang tahun Ratu Frilly, pemimpin Negeri Fantasi, akan diselenggarakan lomba menulis dongeng. Semua penduduk memang tahu kalau sang Ratu penggemar cerita fiksi itu.  Nanti akan dipilih dongeng terbaik untuk menjadi juara. Dongeng tersebut menjadi hadiah ulang tahun istimewa untuk Ratu Frilly. P emenang lomba pun mendapatkan hadiah jalan-jalan keliling negeri Fantasi. “Aku mau ikut,” kata Lala. “Hadiahnya menarik.” “Tetapi, kamu belum pernah menulis dongeng,” ujar Kiki mengingatkan. "Itu mudah saja. Aku bisa berlatih secepatnya. Yang penting tulis dongeng dan ikut dulu. Siapa tahu menang,” ucap Lala. Kemudian, dia mengambil secarik kertas dan pena, lantas mulai menulis. Setelah selesai, Kiki membaca tulisannya. Cerita Lala berkisah tentang anak perempuan yang dike...