Tiang Jemuran memperhatikan Mbak Inah menggantungkan kain yang baru selesai dicuci. Kawat jemuran mulai penuh. Beberapa hari ini cuaca mendung dan hujan selalu turun. Akibatnya, kain basah terus menumpuk.
Ditambah lagi dengan cucian hari ini, kawat dari Tiang Jemuran menopang semakin banyak pakaian basah. Badannya mulai letih. Dia berharap agar cuaca cerah hari ini.
"Wah, tugasku tambah berat, nih!" Dia memandang kain-kain yang berjejer di kawatnya. "Semoga hari ini panas terik supaya semua cepat kering."
Kalau sudah begini, berharap saja tidak cukup. Tiang Jemuran ingin segera bertindak. Akhirnya, dia memanggil sahabatnya, Matahari.
"Hai, kenapa akhir-akhir ini aku tidak melihatmu bersinar terik?" tanyanya pada Matahari yang bersembunyi di balik Awan.
"Maaf, Tiang Jemuran, sekarang Awan yang menguasai langit. Aku hanya menemani saja. Ini kan, musim hujan," jawab Matahari.
"Tolonglah aku. Kain-kain basah ini semakin berat. Nanti aku bisa tumbang. Mau kamu bersinar terik sebentar saja? Agar kain-kain ini menjadi kering dan bebanku lebih ringan," pinta Tiang Jemuran.
"Bagaimana, Awan, bolehkah sebentar tempatmu kugantikan? Kita perlu menolong Tiang Jemuran," ujar Matahari kepada Awan yang melayang di sampingnya.
"Tentu saja," jawab Awan. "Sesama teman sebaiknya saling menolong.”
Awan pun menyingkir dan Matahari mulai bersinar terik. Tiang Jemuran bersorak gembira. Kalau Matahari terus cerah siang ini, maka kain-kainnya cepat kering. Bebannya pun bertambah ringan.
Akan tetapi, ada yang tidak setuju dengan Tiang Jemuran. Setelah cuaca terik, terdengar suara dari belakang halaman rumah.
"Matahari, kenapa kamu bersinar terik menyengat? Daun-daun kami kepanasan."
Ternyata para Tumbuhan yang ada di dekat Tiang Jemuran terganggu dengan cuaca terik.
"Kami, para Tumbuhan, perlu air untuk menyegarkan, bukan cuaca panas terik begini. Kalau terus-menerus diterpa sinar terik, kami akan layu. Lagipula ini bukan musim kemarau," ujar mereka.
Matahari menjawab, "Tumbuhan, kita semua berteman. Sebagai teman, biarlah hari ini kita menolong Tiang Jemuran. Dia kerepotan karena kelebihan beban. Toh, kalian sudah puas disiram air hujan selama beberapa hari.
Namun, Tumbuhan malah menangis "Nanti kami jadi layu dan mati.”
Tiang Jemuran pun tertunduk. "Aku sudah berhari-hari terus menahan kain-kain yang berat. Aku benar-benar letih."
"Sudah, sudah." Awan melerai. "Jangan kalian khawatir. Semua ada waktunya. Tumbuhan, sabar ya. Sebentar saja kita membantu Tiang Jemuran. Giliranmu akan segera tiba. Tenang saja."
"Baiklah." Akhirnya para Tumbuhan setuju. "Kami tunggu, Awan."
Pukul tiga sore Mbak Inah keluar. Dia tersenyum melihat langit biru cemerlang. Hanya sedikit awan berarak di angkasa.
"Wah, cuaca hari ini sangat cerah. Kain-kainku kering semua. Sekarang sudah bisa diangkat," katanya sambil memilah-milih pakaian di jemuran.
Tiang Jemuran ikut tersenyum lebar. Selesai sudah tugasnya hari ini. Dia menarik napas lega ketika kain-kain mulai diambil dari kawatnya. Sekarang bahunya lebih ringan.
"Terima kasih, Matahari." Dia bersorak sambil menatap langit.
Matahari mengangguk. Cuaca siang itu semakin cerah setelah melihat senyum mengukir di wajah Tiang Jemuran.
Kemudian, Awan mendekati Matahari. "Bagaimana, sekarang boleh kuambil kembali tempatku?"
Matahari tersenyum. "Tentu saja. Terima kasih karena sudah memberiku waktu untuk bersinar terik."
Awan pun bergerak dan mendung mulai menutupi langit. Tak lama kemudian hujan pun turun deras. Airnya menguyur seperti curahan yang ditumpahkan dari langit.
"Hore!" Tumbuhan bersorak gembira. “Terima kasih, Awan. Kami segar kembali."
"Sama-sama, Tumbuhan. Yuk, saling minta maaf dengan Tiang Jemuran," ajak Awan. "Tadi kan, cuma salah paham."
Tumbuhan berbicara pelan. "Maaf, Tiang Jemuran, barusan aku kurang sabar padamu. Kamu jangan tersinggung, ya.”
Tiang Jemuran mengangguk. "Tidak apa-apa, Tumbuhan. Aku mengerti, kok, kekhawatiran kalian. Setelah tugasku selesai, kini giliranmu menyerap air segar."
Awan tersenyum mendengarnya. Dia senang karena kedua sahabat itu sudah berdamai kembali.
Komentar
Posting Komentar