Langsung ke konten utama

Tiang Jemuran dan Musim Hujan



Tiang Jemuran memperhatikan Mbak Inah menggantungkan kain yang baru selesai dicuci. Kawat jemuran mulai penuh. Beberapa hari ini cuaca mendung dan hujan selalu turun. Akibatnya, kain basah terus menumpuk.  


Ditambah lagi dengan cucian hari ini, kawat dari Tiang Jemuran menopang semakin banyak pakaian basah. Badannya mulai letih. Dia berharap agar cuaca cerah hari ini. 


"Wah, tugasku tambah berat, nih!" Dia memandang kain-kain yang berjejer di kawatnya. "Semoga hari ini panas terik supaya semua cepat kering."


Kalau sudah begini, berharap saja tidak cukup. Tiang Jemuran ingin segera bertindak. Akhirnya, dia memanggil sahabatnya, Matahari. 


"Hai, kenapa akhir-akhir ini aku tidak melihatmu bersinar terik?" tanyanya pada Matahari yang bersembunyi di balik Awan. 

"Maaf, Tiang Jemuran, sekarang Awan yang menguasai langit. Aku hanya  menemani saja.  Ini kan,  musim hujan," jawab Matahari.  


"Tolonglah aku. Kain-kain basah ini semakin berat. Nanti aku bisa tumbang. Mau kamu bersinar terik sebentar saja?  Agar kain-kain ini menjadi kering dan bebanku lebih ringan," pinta Tiang Jemuran.

"Bagaimana, Awan, bolehkah sebentar tempatmu kugantikan? Kita perlu menolong Tiang Jemuran,"  ujar Matahari kepada Awan yang melayang di sampingnya.


"Tentu saja," jawab Awan. "Sesama teman sebaiknya saling menolong.”





Awan pun menyingkir dan Matahari mulai bersinar terik. Tiang Jemuran bersorak gembira. Kalau Matahari terus cerah siang ini,  maka kain-kainnya cepat kering.  Bebannya pun  bertambah ringan.


Akan tetapi, ada yang tidak setuju dengan Tiang Jemuran. Setelah cuaca terik, terdengar suara dari belakang halaman rumah.


"Matahari, kenapa kamu bersinar terik menyengat? Daun-daun kami kepanasan."


Ternyata para Tumbuhan yang ada di dekat Tiang Jemuran terganggu dengan cuaca terik. 


"Kami, para Tumbuhan, perlu air untuk menyegarkan, bukan cuaca panas terik begini.  Kalau terus-menerus diterpa sinar terik, kami akan layu. Lagipula ini bukan musim kemarau," ujar mereka.


Matahari menjawab, "Tumbuhan, kita  semua berteman.  Sebagai teman, biarlah hari ini kita menolong Tiang Jemuran. Dia kerepotan karena kelebihan beban. Toh, kalian sudah puas disiram air hujan selama beberapa hari.


Namun, Tumbuhan malah menangis "Nanti kami jadi layu dan mati.”



Tiang Jemuran pun tertunduk. "Aku sudah berhari-hari terus menahan kain-kain yang berat. Aku benar-benar letih."


"Sudah, sudah." Awan melerai. "Jangan kalian khawatir. Semua ada waktunya. Tumbuhan, sabar ya. Sebentar saja kita membantu Tiang Jemuran. Giliranmu akan segera tiba. Tenang saja."

"Baiklah." Akhirnya para Tumbuhan setuju. "Kami tunggu, Awan."


Pukul tiga sore Mbak Inah keluar. Dia tersenyum melihat langit biru cemerlang. Hanya sedikit awan berarak di angkasa. 





"Wah, cuaca hari ini sangat cerah. Kain-kainku kering semua. Sekarang sudah bisa diangkat," katanya sambil memilah-milih pakaian di jemuran. 


Tiang Jemuran ikut tersenyum lebar. Selesai sudah tugasnya hari ini. Dia menarik napas lega ketika kain-kain mulai diambil dari kawatnya. Sekarang bahunya lebih ringan.


"Terima kasih, Matahari." Dia bersorak  sambil menatap langit.


Matahari mengangguk. Cuaca siang itu semakin cerah setelah melihat senyum mengukir di wajah Tiang Jemuran. 


Kemudian, Awan mendekati Matahari. "Bagaimana, sekarang boleh kuambil kembali tempatku?"

Matahari tersenyum. "Tentu saja. Terima kasih karena sudah memberiku waktu untuk bersinar terik."


Awan pun bergerak dan mendung mulai menutupi langit. Tak lama kemudian hujan pun turun deras. Airnya menguyur seperti curahan yang ditumpahkan dari langit.

"Hore!" Tumbuhan bersorak gembira. “Terima kasih, Awan. Kami segar kembali."


"Sama-sama, Tumbuhan. Yuk,  saling minta maaf dengan Tiang Jemuran," ajak Awan. "Tadi kan,  cuma salah paham."


Tumbuhan berbicara pelan.  "Maaf, Tiang Jemuran, barusan aku kurang sabar padamu. Kamu jangan tersinggung, ya.”


Tiang Jemuran mengangguk. "Tidak apa-apa, Tumbuhan.  Aku mengerti, kok, kekhawatiran kalian. Setelah tugasku selesai, kini giliranmu menyerap air segar."

Awan tersenyum mendengarnya. Dia senang karena kedua sahabat itu sudah berdamai kembali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uang Saku untuk Olla

Sore itu, Olla berlari masuk rumah menuju dapur. Keringat deras mengalir dan membasahi dahinya, tapi wajah gadis cilik itu tetap berbinar.  Rambut gadis cilik itu awut-awutan. Namun, langkah kakinya bergegas mendatangi Mama seperti orang ketinggalan kereta. “Ma, boleh minta uang?" ujar Olla sambil mendekati Mama yang sedang sibuk menyiapkan makan malam. “Untuk apa?”  tanya Mama. “Mau beli minuman,” jawab Olla sambil menyeka keringat di dahi dengan punggung tangannya. “Tuh, banyak minuman di kulkas. Ambil saja, enggak usahlah beli di luar. Lebih hemat lagi. Lagipula, Mama sudah beri uang saku tiap pagi sebelum sekolah. Kemana semua?” Mama menjawab sambil terus memotong bawang.  Wajah Olla langsung cemberut. “Sudah habislah di sekolah. Masa Mama nggak tahu kalau aku sering ke kantin.” “ Berhematlah, La. Mama sudah sering bilang begitu. Jangan semua dihabiskan di kantin. Kalau masih ada sisanya, bisa ditabung,”  ujar Mama. Olla jadi kesal. Dia pikir, Mama kok ...

Rahasia Boneka Beruang

  Ada seorang gadis cilik bernama Adinda yang hobi mengoleksi boneka. Orang tua Adinda bahkan sampai membuatkan sebuah kamar khusus untuk menyimpan semua koleksinya. Di ruangan itu ada beragam bentuk boneka seperti Singa, Kelinci, Jerapah, Monyet, dan lain-lain. Tetapi, gadis cilik itu tidak tahu perilaku boneka-bonekanya di dalam ruangan.  Apabila malam tiba, ternyata para boneka bisa hidup dan bergerak sendiri. Namun tidak semuanya!  Hari ini, ada satu boneka yang duduk menyendiri di sudut ruangan, yaitu Beruang. Dia adalah penghuni baru yang datang beberapa hari lalu. Singa yang melihatnya duduk sendirian, langsung datang dan menyapa.  “Hai, Beruang, kenapa kamu diam saja? Tidak ikut bermain-main dengan kami?” Beruang tersenyum sambil menggeleng.  “Aku sedang malas malam ini.” “Malas? Benar, nih? Kami perhatikan sejak kedatanganmu beberapa hari lalu, kamu cuma duduk saja.” Kelinci menimpali. “Iya!”  kata Jerapah.  “Kamu sepertinya bukan ma...

Lomba Mendongeng Negeri Fantasi

"Wow!” Lala Liliput bersorak gembira membaca pengumuman di media sosial Istana Negeri Fantasi. “Ada apa?” tanya Kiki Liliput, sahabatnya yang duduk di kursi seberang.   Lala menunjukkan isi pengumuman itu. Menyambut ulang tahun Ratu Frilly, pemimpin Negeri Fantasi, akan diselenggarakan lomba menulis dongeng. Semua penduduk memang tahu kalau sang Ratu penggemar cerita fiksi itu.  Nanti akan dipilih dongeng terbaik untuk menjadi juara. Dongeng tersebut menjadi hadiah ulang tahun istimewa untuk Ratu Frilly. P emenang lomba pun mendapatkan hadiah jalan-jalan keliling negeri Fantasi. “Aku mau ikut,” kata Lala. “Hadiahnya menarik.” “Tetapi, kamu belum pernah menulis dongeng,” ujar Kiki mengingatkan. "Itu mudah saja. Aku bisa berlatih secepatnya. Yang penting tulis dongeng dan ikut dulu. Siapa tahu menang,” ucap Lala. Kemudian, dia mengambil secarik kertas dan pena, lantas mulai menulis. Setelah selesai, Kiki membaca tulisannya. Cerita Lala berkisah tentang anak perempuan yang dike...