Lili dan teman-teman melompat riang turun ke bumi. Mereka adalah sekelompok titik-titik air hujan yang sedang mengguyur desa Sekarsari.
Sebelum turun ke tanah, mereka berkumpul membentuk awan. Saat awan penuh dan berubah menjadi gelap, berarti air hujan siap dicurahkan.
Penduduk desa menyambut hujan dengan sukacita. Selama tidak berlebihan, hujan memberi kesuburan untuk bertani. Di lahan pedesaan, air kemudian merembes membasahi tanah.
Esok hari ketika matahari bersinar, Lili dan kawan-kawan akan menguap kembali menjadi awan. Kelak, awan itu mencurahkan hujan lagi ke bumi.
"Teman-teman, apa kalian tidak bosan kalau kita terus-menerus turun di desa Sekarsari?" tanya Lili pada kawan-kawannya.
"Maksudmu apa?" Mumu, salah satu teman Lili, balik bertanya.
"Selama ini, hanya manusia yang bisa bepergian ke mana pun mereka mau. Kenapa kita tidak ikut bepergian? Menurunkan hujan di tempat lain, misalnya," Lili menjelaskan.
Semua temannya saling berpandangan. Terdengar bisik-bisik di antara mereka membahas rencana Lili.
"Ayo, cari pengalaman baru."
"Asyik, kita jalan-jalan."
Mereka memanggil Windi si Angin yang selalu mengembuskan mereka di langit.
"Win, maukah kamu bawa kami ke daerah baru? Selama ini kami hanya turun di sekitar desa Sekarsari?" tanya Lili.
"Kalian mau dibawa kemana?"
Lili tampak berpikir. "Ke suatu tempat yang beda dari desa Sekarsari. Kamu sering bepergian ke berbagai daerah, kan? Pasti ada pilihan tempat menarik untuk kami."
"Kalian pasti belum pernah ke daerah perkotaan. Bagaimana kalau sana?" ajak Windi.
"Bolehlah. Semua setuju?" tanya Mumu yang disambut dengan sorakan gembira teman-temannya.
Langsung saja Windi menghembuskan sekumpulan awan tersebut ke kota Maijo. Sesampai di sana, Lili dan kawan-kawannya takjub melihat keramaian di tempat itu. Gedung-gedung modern berdiri megah.
Banyak orang berseliweran dan kendaraan hilir mudik. Suhu panas menyeruak di udara. Berbeda dengan desa Sekarsari yang lebih tenang dan sejuk.
"Uhuk... Uhuk... Apa kalian tidak merasa di sini banyak debu? " tanya Dodo, salah satu teman Lili.
Kawan-kawannya setuju.
Langit mulai gelap. Awan berarak di atas kota Maijo. Petir menyambar dan kemudian hujan turun. Kota Maijo diguyur dari langit. Penduduk segera mencari tempat berteduh.
Udara yang tadi terik, seketika berubah sejuk. Ada orang yang tersenyum melihat hujan turun. Namun, ada juga orang yang kesal karena kegiatannya terganggu.
“Kita membuat udara kota ini lebih segar sekarang,” ujar Lili.
Mumu mengangguk. “Mereka pasti berterima kasih pada kita.”
Lili dan kawan-kawannya senang karena bisa turun di seluruh kota Maijo. Selama ini, mereka hanya mengguyur desa Sekarsari. Di sana hanya ada rumah-rumah khas pedesaan dan lahan pertanian luas.
Namun, di kota Maijo, kelompok air hujan bisa melihat banyak gedung, rumah megah, dan aneka kendaraan berseliweran. Sekarang semua bangunan dan kendaraan tersebut tersiram oleh Lili dan kawan-kawan.
Karena terlalu bersemangat, kelompok air hujan turun semakin deras ke bumi. Kota Maijo gelap terkepung awan-awan kelabu.
Setelah lama mengguyur kota, akhirnya hujan berhenti. Namun, ada sesuatu yang berbeda sekali ini. Air memenuhi jalanan. Orang-orang panik. Kota Maijo banjir!
Air mulai masuk ke rumah-rumah. Penduduk sibuk mengungsi karena air setinggi lutut orang dewasa mengggenangi kota. Mereka membawa barang-barang yang dibutuhkan, seperti pakaian dan makanan.
Kemacetan juga terjadi di jalan raya. Banjir membuat kendaraan sulit melintas. Bahkan ada mobil dan motor yang mogok di jalan karena mesinnya kemasukan air.
“Ini semua karena hujan tadi,” keluh seorang Bapak yang sedang membantu beberapa anak menghindari banjir.
Lili dan Mumu yang menetes di atap rumah, mendengar keluhan Bapak itu. Mereka saling berpandangan dengan tatapan sedih. Padahal, maksud kelompok air hujan turun ke kota Maijo adalah agar udara bersih. Teman-teman Lili yang lain juga ikut bersedih.
Ketika Sansan si Matahari bersinar, kelompok air hujan kembali menguap menjadi awan. Namun, di langit mereka hanya berdiam diri. Padahal, kalau Lili dan teman-teman sudah berkumpul, biasanya suasana jadi riang. Mereka saling bercerita pengalaman saat turun ke bumi.
“Gara-gara kami kota Maijo kebanjiran,” jawab Dodo murung.
“Iya, sekarang semua orang kerepotan karena air menggenangi seluruh kota,” ujar Lili menambahi.
“Jangan cepat bersedih, Teman-teman. Itu bukan kesalahan kalian.”
“Kenapa kamu ngomong begitu? Jelas sekali setelah kami turun, kota jadi banjir. Apa tidak kasihan melihat mereka?” tanya Mumu kesal.
“Bukan tidak kasihan. Maksudku, sebaiknya kalian mengerti dulu keadaan kota Maijo. Mereka sendirilah penyebab banjir,” ucap Sansan.
“Maksudmu?” Dodo.
“Selama ini, orang-orang selalu buang sampah sembarangan. Coba lihat. Air mampet karena plastik, kertas, sisa makanan, dan sejenisnya, dibuang langsung ke selokan. Akibatnya, seperti sekarang. Kalau hujan, sering banjir.”
“Jadi, bukan karena kami turun di sana?” Dodo bertanya lagi.
“Kalau kota bersih dari sampah di selokan, banjir bisa dicegah. Menurutku, hujan justru bagus untuk membersihkan udara kota Maijo dari asap kendaraan. Soal banjir, itu karena orang-orang Maijo tidak disiplin menjaga kebersihan,” ujar Sansan.
Lili dan kawan-kawan sudah mengerti sekarang. Kebiasaan buruk penduduk kota membuat air hujan menggenang. Tong-tong sampah tidak dimanfaatkan. Plastik, kertas, dan benda-benda sisa lainnya dibiarkan berserakan sembarangan.
Akhirnya, kelompok air hujan membentuk awan lagi dan kembali ke desa Sekarsari. Lebih baik turun di daerah pedesaan yang masih menghargai dan memelihara alam. Warga desa ramai bercocok tanam.
Mereka juga rajin menjaga kebersihan desa. Setiap kali hujan turun, airnya langsung meresap ke tanah sebelum menguap kembali. Tidak ada selokan mampet yang menyebabkan banjir.
Suatu hari, Sansan mendatangi mereka. “Kalian masih mau turun di kota Maijo?”
“Nanti kami bikin banjir lagi,” kata Lili.
“Dengar dulu kabar yang kubawa. Warga kota Maijo sudah disiplin membuang sampah ke tong sampah. Selokan pun mulai lancar,” ujar Sansan.
“Beberapa hari lalu, aku melihat ada sekelompok awan lain menurunkan hujan di sana. Sekarang kota sudah tidak banjir lagi. Kalau mau, hari ini boleh giliran kelompok kalian turun di kota Maijo,” ajak Sansan.
Lili dan semua kawannya saling berpandangan.
“Kalian mau?” tanya Lili.
Semua setuju.
Windi si Angin pun dipanggil untuk menghembus mereka ke atas kota Maijo. Benarlah apa yang diceritakan Sansan. Ketika Lili dan kawan-kawan mengguyur kota, banjir tidak terjadi lagi. Air telah mengalir lancar melalui selokan yang jernih. Warga kota Maijo sudah menjaga kebersihan.
Sekarang di berbagai lokasi ada banyak tersebar tong sampah. Penduduk kota, mulai anak-anak sampai orang dewasa, rajin membuang sampah pada tempatnya.
Lili dan kawan-kawan senang sekali. Sekarang, secara bergantian waktu, mereka mengguyur desa Sekarsari dan kota Maijo. Cuaca sejuk menyebar pada kedua tempat itu.
Catatan Penulis :
Cernak Petualangan Sekelompok Air Hujan merupakan salah satu dari 15 besar karya terbaik (peringkat 11), pada Sayembara Menulis Cerita Anak Kisah Bumi tahun 2020.
Sayembara ini diselenggarakan oleh Sayur Kendal Fresh dan Organic, serta GMT Institute Jakarta. Karya-karya pemenang diterbitkan dalam antologi Cerita Anak Kisah Bumi, yang diterbitkan oleh Penerbit Cikal Aksara Jakarta tahun 2021.
Saya ucapkan terima kasih pada penerbit yang telah memberikan izin tulisan ini diterbitkan di blog www.kincirairliliput.com
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar