Langsung ke konten utama

Sarang Laba-laba untuk Lobi


Lobi Laba-laba menghela napas dengan mata berkaca-kaca. Dia memandang sekeliling dengan pandangan nanar. Langit-langit loteng rumah ini sudah penuh dengan sarang laba-laba. Tidak ada tersisa sedikitpun ruang kosong untuknya.  



Lobi menyesali dirinya yang selalu terlambat dan menunda-nunda membuat sarang. Akibatnya, sekarang dia harus berkeliling rumah-rumah untuk mencari lokasi baru.  Padahal, sudah banyak loteng rumah yang dijelajahinya, tapi belum ketemu tempat yang cocok.



Laba-laba mungil itu beranjak meninggalkan loteng. Musim hujan begini, serangga seperti mereka harus tekun mencari tempat tinggal baru. Kalau bukan musim penghujan, biasanya laba-laba membuat sarang di antara pepohonan. Tetapi, sekarang air hujan mengganggu pemukiman mereka. 



Sebenarnya, Lobi justru lebih senang bermukim di pepohonan. Di sana udara lebih sejuk karena ada hembusan angin di antara dedaunan. Di tempat tersebut, dia pun bisa melihat pemandangan kehijauan yang menyejukkan mata.



Tetapi, itu hanya terjadi ketika musim kemarau tiba. Kalau pun hujan tercurah saat musim kemarau, Lobi masih sempat bersembunyi di antara pepohonan. Kemudian dia akan membangun sarangnya kembali ketika matahari bersinar. 



Namun, sekarang, hujan turun hampir setiap hari. Hal ini membuat tubuhnya lelah karena bolak-balik  membangun sarang baru. Agar tetap aman, maka dia harus masuk ke rumah dan membangun sarang di loteng.



Sekarang Lobi duduk kelelahan di samping tembok. Sudah empat loteng rumah yang dia jelajahi dan semuanya telah penuh. Entah kapan dia akan menemukan tempat yang nyaman. Mengingatkan hal ini, perlahan pandangan matanya mulai mengabur dalam genangan air.





Setelah cukup istirahat, Lobi kembali melangkah. Dia bertekad akan menemukan lokasi sarang yang nyaman. Setelah menemukannya, tubuh lelah Lobi ingin beristirahat melepaskan semua beban yang menghimpit.



Di ujung loteng rumah yang baru didatangi, matanya melihat secercah cahaya yang mengintip dari celah asbes berlubang. Cahaya itu terang  benderang. Lobi mengintip dengan rasa ingin tahu dari celah asbes itu. Seketika dia tersenyum dan ide baru muncul di benaknya.



Badannya yang mungil berjalan menembus celah asbes. Semangat untuk kembali menenun sarang baru membuat rasa lelah  menguap. Sekarang terbayang di pikirannya tempat hangat untuk beristirahat.



Dalam sekali lompatan, dia sudah berada di sebuah kamar yang berantakan. Ruangannya luas dengan jendela lebar yang membuat sinar matahari bebas menerobos masuk. Cat dinding yang berwarna biru langit membuat suasana kamar nyaman, walaupun ada banyak buku berserakan di lantai.



Lobi mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Tak diragukan lagi, ini tempat yang cocok untuk membangun sarang baru. Udaranya segar karena jendela terbuka lebar Hembusan angin pun terasa sampai ke dalam.  



Di depannya, ada lemari baju setengah terbuka dengan beberapa helai pakaian berceceran keluar.  Buku dan alat-alat tulis berserakan di atas meja belajar. Bantal dan seprei pun berserakan, bahkan selimut tergeletak di lantai. Mungkin tempat ini sudah lama tak dipakai.  



Lobi langsung bergerak sigap ke sudut ruangan.  Kaki-kakinya yang lentik segera menenun sarang baru. Sekarang dia bisa bekerja sambil tersenyum. Ternyata kesabaran dan dan ketekunannya akan terbayar lunas. Jerih payahnya mulai menunjukkan hasil memuaskan. Lobi yakin, laba-laba lain belum tentu mendapatkan tempat sebagus ini.



Sambil berdendang, dia terus menenun sarang baru. Hatinya seperti melonjak-lonjak karena sebentar lagi  akan mendapatkan tempat impian di lokasi yang tepat. Kalau tinggal di ruangan begini, musim hujan tentu bukan jadi masalah.






Saking semangatnya berdendang, Lobi tidak mendengar bunyi pintu  terbuka. Kemudian, hanya dalam selang waktu beberapa detik, terdengar pekikan yang memenuhi ruangan.  Lobi hampir melompat kaget. Untung dia berpegangan kuat pada sarang, hingga tak jatuh terjerembab.  



Lobi hanya melihat sekilas kalau ada seorang anak perempuan yang masuk ke kamar. Dia kaget dan langsung histeris melihat ada sarang laba-laba di sudut ruangan. Karena ketakutan, gadis cilik itu segera berlari ke dapur menemui Mamanya.



“Ma, ada hewan aneh di kamarku!" teriaknya. 



Berdua mereka menuju ke kamar. Sesampai di sana, gadis cilik yang bernama Tania itu, langsung menunjuk ke sudut ruangan.  Jarinya tepat tertuju pada Lobi yang sedang menunduk dengan kaki gemetar.



“Wajar ada sarang laba-laba di kamarmu.”  Mama berujar sambil menatap putrinya. “Serangga senang tinggal di kamar berantakan begini. Coba tadi kalau tikus yang datang, Tania pasti lebih ketakutan.  Sekarang ambil sapu!”



Sambil menunduk, Tania mengambil sapu dan memberikannya pada Mama. Melihat sapu terjulur ke arahnya, Lobi langsung berlari kembali ke loteng dari celah asbes.  Dia masih sempat menghindar sebelum sarangnya terkena usapan sapu.  



Dari celah asbes, dia melihat Tania membersih kamar. Mama menghukumnya tidak boleh bermain sebelum seluruh ruangan bersih. Selama ini, gadis cilik itu malas merapikan kamarnya dan selalu banyak alasan kalau disuruh. Karena kedatangan Lobi, dia jadi ketakutan mulai membereskannya.



Lobi duduk seorang diri dan mulai sesenggukan. Berapa rumah lagi harus dikunjungi agar dapat tempat yang tepat? Hari hujan begini pasti banyak laba-laba yang berebutan untuk mendapatkan lokasi nyaman. Sekarang mungkin sudah terlambat untuk menemukan lokasi yang tepat.



“Kenapa menangis?”





Lobi kaget dan menoleh. Di belakangnya ada seekor laba-laba yang gemuk dan tinggi. Wajah laba-laba itu bingung melihat raut muka Lobi yang muram.



“Kenalkan, aku Wilo. Dari kemarin kulihat kamu mondar-mandir berkeliling loteng. Aku segan menyapa karena kamu diam saja. Padahal kami semua di sini sering mengobrol bersama. Kamu hanya menyendiri. Sekarang kamu malah menangis pula.  Ada apa?” tanya Wilo. 



Di antara sedu-sedan, Lobi menceritakan usahanya yang sia-sia untuk mencari tempat membangun sarang. Semua lokasi loteng sudah penuh, dia bingung mau mencari ke mana lagi.



Woli tersenyum mendengar cerita teman barunya. “Lobi, kenapa kamu tidak bertanya dulu? Di sini masih banyak tempat luas dan nyaman untuk membuat sarang. Kami memang sudah menyediakannya kalau ada laba-laba baru yang datang. Kamu, sih, enggak mau bertanya.”



"Aku enggak ada kenal siapa pun di sini.  Mau bertanya sama siapa?" ujarnya dengan suara lirih. 



“Itulah gunanya berkenalan. Aku juga masih baru di sini, tapi aku rajin menegur penghuni lama. Mereka ramah, kok. Yuk, aku kenalkan,”  ajak Woli.



Woli benar. Kedatangan Lobi disambut hangat oleh laba-laba lain. Mereka sering melihat Lobi mondar-mandir tanpa pernah menyapa siapapun. Para laba-laba berpikir kalau Lobi enggan bergaul dengan warga loteng.





Teman-teman barunya mungkin tidak tahu kalau Lobi sebenarnya laba-laba pemalu. Dia lebih suka berdiam di sarangnya sambil menatap laba-laba lain yang berseliweran. Lobi bingung bagaimana harus memulai pembicaraan dengan kawan-kawan baru.  



Akan tetapi, mulai sekarang Lobi mau belajar untuk bertegur sapa dengan laba-laba lain.  Kawan-kawan barunya memang menyenangkan, mereka suka berbagi cerita dan pengalaman. Apalagi karena bantuan mereka sekarang Lobi mendapatkan lokasi sarang yang luas dan nyaman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uang Saku untuk Olla

Sore itu, Olla berlari masuk rumah menuju dapur. Keringat deras mengalir dan membasahi dahinya, tapi wajah gadis cilik itu tetap berbinar.  Rambut gadis cilik itu awut-awutan. Namun, langkah kakinya bergegas mendatangi Mama seperti orang ketinggalan kereta. “Ma, boleh minta uang?" ujar Olla sambil mendekati Mama yang sedang sibuk menyiapkan makan malam. “Untuk apa?”  tanya Mama. “Mau beli minuman,” jawab Olla sambil menyeka keringat di dahi dengan punggung tangannya. “Tuh, banyak minuman di kulkas. Ambil saja, enggak usahlah beli di luar. Lebih hemat lagi. Lagipula, Mama sudah beri uang saku tiap pagi sebelum sekolah. Kemana semua?” Mama menjawab sambil terus memotong bawang.  Wajah Olla langsung cemberut. “Sudah habislah di sekolah. Masa Mama nggak tahu kalau aku sering ke kantin.” “ Berhematlah, La. Mama sudah sering bilang begitu. Jangan semua dihabiskan di kantin. Kalau masih ada sisanya, bisa ditabung,”  ujar Mama. Olla jadi kesal. Dia pikir, Mama kok ...

Rahasia Boneka Beruang

  Ada seorang gadis cilik bernama Adinda yang hobi mengoleksi boneka. Orang tua Adinda bahkan sampai membuatkan sebuah kamar khusus untuk menyimpan semua koleksinya. Di ruangan itu ada beragam bentuk boneka seperti Singa, Kelinci, Jerapah, Monyet, dan lain-lain. Tetapi, gadis cilik itu tidak tahu perilaku boneka-bonekanya di dalam ruangan.  Apabila malam tiba, ternyata para boneka bisa hidup dan bergerak sendiri. Namun tidak semuanya!  Hari ini, ada satu boneka yang duduk menyendiri di sudut ruangan, yaitu Beruang. Dia adalah penghuni baru yang datang beberapa hari lalu. Singa yang melihatnya duduk sendirian, langsung datang dan menyapa.  “Hai, Beruang, kenapa kamu diam saja? Tidak ikut bermain-main dengan kami?” Beruang tersenyum sambil menggeleng.  “Aku sedang malas malam ini.” “Malas? Benar, nih? Kami perhatikan sejak kedatanganmu beberapa hari lalu, kamu cuma duduk saja.” Kelinci menimpali. “Iya!”  kata Jerapah.  “Kamu sepertinya bukan ma...

Lomba Mendongeng Negeri Fantasi

"Wow!” Lala Liliput bersorak gembira membaca pengumuman di media sosial Istana Negeri Fantasi. “Ada apa?” tanya Kiki Liliput, sahabatnya yang duduk di kursi seberang.   Lala menunjukkan isi pengumuman itu. Menyambut ulang tahun Ratu Frilly, pemimpin Negeri Fantasi, akan diselenggarakan lomba menulis dongeng. Semua penduduk memang tahu kalau sang Ratu penggemar cerita fiksi itu.  Nanti akan dipilih dongeng terbaik untuk menjadi juara. Dongeng tersebut menjadi hadiah ulang tahun istimewa untuk Ratu Frilly. P emenang lomba pun mendapatkan hadiah jalan-jalan keliling negeri Fantasi. “Aku mau ikut,” kata Lala. “Hadiahnya menarik.” “Tetapi, kamu belum pernah menulis dongeng,” ujar Kiki mengingatkan. "Itu mudah saja. Aku bisa berlatih secepatnya. Yang penting tulis dongeng dan ikut dulu. Siapa tahu menang,” ucap Lala. Kemudian, dia mengambil secarik kertas dan pena, lantas mulai menulis. Setelah selesai, Kiki membaca tulisannya. Cerita Lala berkisah tentang anak perempuan yang dike...