Langsung ke konten utama

Cerita dari Tetesan Air Hujan

 


Lofi adalah setetes air hujan yang sudah mengunjungi banyak tempat. Sungai, danau, laut, dan pegunungan telah dilintasi. Ada beragam kota dan desa yang  diguyurnya. Namun, sekarang dia mulai bosan melakukan hal yang sama hampir setiap hari.  



Lofi dan teman-teman sesama air hujan sering membasahi bumi. Seperti pagi ini, mereka turun di padang rumput.  Ketika matahari bersinar, Lofi dan kawan-kawan berubah menjadi uap air dan kembali ke langit membentuk awan. Kemudian setelah awan padat, mereka tercurah lagi menyirami bumi.  



Lofi sering memperhatikan orang-orang di bumi, terutama pak tani yang menanami sawah. Hasil jerih payahnya kelak akan dinikmati banyak orang. Ada pula nelayan yang menangkap ikan untuk dikonsumsi masyarakat. Di bumi ada pak tani, nelayan, dan banyak lagi orang yang mengerjakan kegiatan bermanfaat.



Tetapi, apa yang bisa Lofi lakukan selain mengguyur tanah? Dia tak bisa melakukan kegiatan yang bermanfaat untuk orang banyak. Lofi dan kawan-kawan hanya bolak-balik antara langit dan tanah. Dia pun mulai jenuh terus-menerus menjadi butiran hujan. Akibatnya, Lofi pun jadi sering termenung sedih.





Hari ini, Lofi dan kawan-kawan turun di desa Sukadamai.  Di sana, dia hinggap pada dedaunan pohon jeruk. Di samping pohon itu ada sebuah pondok sederhana. Pak Tiko, pemilik ladang, sedang berteduh bersama anaknya, Bowi, di dalam pondok. Mereka mengobrol sambil menunggu hujan reda. 



“Deras juga hujannya, Pa,” kata Bowi. “Kalau begini terus, kita enggak bisa selesai membersihkan ladang hari ini. Padahal musim hujan begini, rumput liar tumbuh semakin tinggi.”



“Enggak apa-apa. Besok masih ada waktu,” ujar Pak Tiko. “Kita sebaiknya bersyukur hujan masih turun di sini, tidak seperti di desa pamanmu. Ladang kita tetap subur karena disirami air hujan.”



Bowi mengangguk. “Benar juga. Desa Mekarsari sudah lama tidak turun hujan. Udara di sana gerah dan tanah mulai kering. Bagaimana nanti dengan tanaman mereka? Padahal dulu panennya melimpah-ruah.”





Lofi kaget mendengarnya. Dulu dia sering turun di desa Mekarsari. Tempat itu subur permai dengan lahan pertanian luas. Namun, tadi kata Bowi desa Mekarsari sekarang mengalami kekeringan. Kasihan penduduk di sana, pikir Lofi. Kemudian, melintaslah ide di benaknya.



Esok hari ketika matahari bersinar kembali, Lofi ikut menguap menjadi awan. Di dalam awan sudah berkumpul banyak kawannya. Tanpa menunggu lagi, Lofi segera memberitahukan rencananya.



“Hai, teman-teman, aku mau menyampaikan sesuatu!” teriak Lofi.



Semua titik hujan menoleh padanya. Lofi yang biasanya pendiam, sekarang berani berbicara di depan umum. Aksinya langsung menarik perhatian. Tanpa ragu, dia segera menceritakan percakapan yang didengar kemarin.



“Bagaimana kalau kita menurunkan hujan di desa Mekarsari?” saran Lofi. “Pasti saat ini orang-orang di tempat itu sudah kegerahan. Panennya terancam kurang berhasil."



“Tapi, sekarang di sana sedang musim kemarau, Lofi." Lulu, temannya, mengingatkan. “Nanti matahari marah kalau kita turun di desa itu. Sekarang bukan giliran kita turun di sana.”





“Kita permisi pada matahari untuk bergantian, sebentar saja,” ujar Lofi. “Kita juga meminta tolong pada angin untuk berhembus ke sana. Ayolah, mari kita bantu penduduk desa Mekarsari. Apa kalian tidak iba dengan mereka?”



Akhirnya setelah berunding, teman-temannya sepakat dengan ide itu. Mereka segera memanggil matahari.


“Matahari!  Matahari!  Coba ke sini dulu.”



Matahari datang mendekat.  “Ada apa kalian memanggilku?”  



Lofi beserta kawan-kawan menceritakan rencana mereka. Untunglah matahari setuju bergantian sementara dengan para awan. Angin pun mau menghembus awan-awan ke atas desa Mekarsari. Wah, rencana mereka berjalan lancar.



Segera berbondong-bondong awan menuju desa itu. Sesampai di sana awan berubah menjadi gelap dan petir mulai  menggelegar. Tak lama kemudian, air langsung mengguyur dari langit.



“Hore! Hore!”  Tetes-tetes hujan bersorak dan berlompatan riang turun ke bumi. 



Aroma tanah menyeruak ke udara. Air hujan menyapu bersih debu-debu yang beterbangan. Suasana seketika menjadi sejuk. Hawa gerah sejenak menyingkir.



Penduduk Mekarsari bergembira karena sudah berhari-hari hujan tidak turun. Mereka memandang melalui mata berbinar-binar dari balik jendala. Dengan kedatangan hujan, maka lahan pertanian mereka terhindar dari kekeringan.



Lofi juga ikut senang. Walaupun mereka hanya tetes-tetes hujan, tapi bisa menolong penduduk desa Mekarsari. Sekarang Lofi bangga menjadi air hujan. Meski hanya bolak-balik turun dari  langit, dia dan kawan-kawan bisa membantu menyuburkan tanaman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uang Saku untuk Olla

Sore itu, Olla berlari masuk rumah menuju dapur. Keringat deras mengalir dan membasahi dahinya, tapi wajah gadis cilik itu tetap berbinar.  Rambut gadis cilik itu awut-awutan. Namun, langkah kakinya bergegas mendatangi Mama seperti orang ketinggalan kereta. “Ma, boleh minta uang?" ujar Olla sambil mendekati Mama yang sedang sibuk menyiapkan makan malam. “Untuk apa?”  tanya Mama. “Mau beli minuman,” jawab Olla sambil menyeka keringat di dahi dengan punggung tangannya. “Tuh, banyak minuman di kulkas. Ambil saja, enggak usahlah beli di luar. Lebih hemat lagi. Lagipula, Mama sudah beri uang saku tiap pagi sebelum sekolah. Kemana semua?” Mama menjawab sambil terus memotong bawang.  Wajah Olla langsung cemberut. “Sudah habislah di sekolah. Masa Mama nggak tahu kalau aku sering ke kantin.” “ Berhematlah, La. Mama sudah sering bilang begitu. Jangan semua dihabiskan di kantin. Kalau masih ada sisanya, bisa ditabung,”  ujar Mama. Olla jadi kesal. Dia pikir, Mama kok ...

Rahasia Boneka Beruang

  Ada seorang gadis cilik bernama Adinda yang hobi mengoleksi boneka. Orang tua Adinda bahkan sampai membuatkan sebuah kamar khusus untuk menyimpan semua koleksinya. Di ruangan itu ada beragam bentuk boneka seperti Singa, Kelinci, Jerapah, Monyet, dan lain-lain. Tetapi, gadis cilik itu tidak tahu perilaku boneka-bonekanya di dalam ruangan.  Apabila malam tiba, ternyata para boneka bisa hidup dan bergerak sendiri. Namun tidak semuanya!  Hari ini, ada satu boneka yang duduk menyendiri di sudut ruangan, yaitu Beruang. Dia adalah penghuni baru yang datang beberapa hari lalu. Singa yang melihatnya duduk sendirian, langsung datang dan menyapa.  “Hai, Beruang, kenapa kamu diam saja? Tidak ikut bermain-main dengan kami?” Beruang tersenyum sambil menggeleng.  “Aku sedang malas malam ini.” “Malas? Benar, nih? Kami perhatikan sejak kedatanganmu beberapa hari lalu, kamu cuma duduk saja.” Kelinci menimpali. “Iya!”  kata Jerapah.  “Kamu sepertinya bukan ma...

Lomba Mendongeng Negeri Fantasi

"Wow!” Lala Liliput bersorak gembira membaca pengumuman di media sosial Istana Negeri Fantasi. “Ada apa?” tanya Kiki Liliput, sahabatnya yang duduk di kursi seberang.   Lala menunjukkan isi pengumuman itu. Menyambut ulang tahun Ratu Frilly, pemimpin Negeri Fantasi, akan diselenggarakan lomba menulis dongeng. Semua penduduk memang tahu kalau sang Ratu penggemar cerita fiksi itu.  Nanti akan dipilih dongeng terbaik untuk menjadi juara. Dongeng tersebut menjadi hadiah ulang tahun istimewa untuk Ratu Frilly. P emenang lomba pun mendapatkan hadiah jalan-jalan keliling negeri Fantasi. “Aku mau ikut,” kata Lala. “Hadiahnya menarik.” “Tetapi, kamu belum pernah menulis dongeng,” ujar Kiki mengingatkan. "Itu mudah saja. Aku bisa berlatih secepatnya. Yang penting tulis dongeng dan ikut dulu. Siapa tahu menang,” ucap Lala. Kemudian, dia mengambil secarik kertas dan pena, lantas mulai menulis. Setelah selesai, Kiki membaca tulisannya. Cerita Lala berkisah tentang anak perempuan yang dike...