Di halaman sebuah rumah yang luas, tinggallah Bolli, pohon mangga tua. Dia berdaun rimbun dengan batang yang tingginya tanaman di sekitarnya. Bolli mempunyai dua teman tumbuhan yang hidup pada pada pot. Di sebelah kiri kanannya ada Sofy Mawar dan Vivy Anggrek.
Setiap hari mereka selalu berbagi cerita, seperti sekarang ini.
“Aku lucu ingat peristiwa kemarin. Devi memanjat pohonku. Gesit sekali dia bergerak naik, tapi ketakutan ketika mau turun,” kata Bolli sambil tertawa geli.
Devi adalah anak pemilik rumah ini. Dia lincah bermain dan melompat di pekarangan rumah. Hampir setiap sore pekikan girangnya bergaung di halaman.
"Iya, dia menjerit-jerit minta tolong,” ujar Sofy sambil tersenyum geli.
“Beraninya cuma naik, tapi takut turun.” Vivy ikut berkomentar.
Kemudian mereka berganti topik pembicaraan tentang kupu-kupu yang sering melintas. Serangga itu menarik perhatian mereka karena tampilannya yang berwarna-warni. Sesekali para kupu-kupu hinggap pada Vivy dan Sofy.
Begitulah seterusnya mereka saling berbagi cerita. Ada saja bahan obrolan setiap hari. Keakraban selalu terjalin di antara ketiga tanaman, hingga suatu hari muncullah berita menyedihkan.
“Tak lama lagi Devi sekeluarga akan pindah. Tadi pagi kudengar Mama berbicara pada Devi,” kata Vivy yang potnya terletak tepat di bawah jendela kamar Devi. “Kami para bunga akan dibawa.”
Bolli sedih mendengar kabar itu. Mama Devi hobi berkebun. Sofy, Vivy, dan teman-teman mereka adalah hasil karya Mama. Ketika pindah, tentu saja mudah membawa para bunga yang ditanam dalam pot. Tetapi, bagaimana dengan Bolli yang tumbuh di tanah pekarangan?
“Aku pasti ditinggal,” ucap Bolli dengan suara lirih. “Kita pun akan berpisah.”
Sofy dan Vivy hanya bisa menunduk sedih. Mereka sulit membayangkan harus berpisah dengan teman terbaik. Kebersamaan mereka seperti sekarang tidak akan berlangsung lama lagi.
Hingga tibalah hari kepindahan keluarga Devi. Truk datang mengangkut barang-barang di rumah. Terakhir setelah semua perabot terangkat, petugas angkutan mengambil Sofy dan kawan-kawan.
"Jaga dirimu dengan baik di sini, Bolli,” kata Sofy.
“Kalian juga baik-baiklah di tempat baru,” Bolli menjawab dengan wajah muram.
“Jangan sedih. Walaupun kami harus pergi, kelak kamu pasti akan mendapatkan teman baru,” Vivy berusaha menghibur.
Bolli mengangguk pelan. Dia pun berharap demikian.
Setelah kepergian kawan-kawannya, tinggallah Bolli sendirian. Tiada lagi teman berbagi cerita dan dia merasa kesepian. Hari demi hari dilaluinya dengan menatap matahari siang, serta bulan dan bintang pada malam hari.
Sebulan kemudian, datanglah penghuni rumah baru. Sebuah mobil dan truk berhenti tepat di halaman. Bolli pun merasakan keceriaan kembali ketika dua anak berlari keluar dari mobil.
“Ini rumah baru kita!” Seorang anak perempuan berteriak gembira.
“Nita, ayo bantu adikmu mengangkat barang-barangnya,” Mama memanggil anak perempuan itu.
Nita pun ikut membantu membawa barang-barang mereka. Dari sekian banyak benda yang dibawa, Bolli tak melihat ada pot-pot bunga. Aduh, jangan-jangan Mama Nita tidak hobi berkebun.
Sekarang sudah seminggu keluarga Nita tinggal di rumah itu. Namun, halaman rumah tetap sepi dari pot-pot bunga. Bolli sedih karena dia tidak mempunya teman baru.
Esok hari Papa Nita datang mendekati Bolli. Di tangan Papa ada gunting tanaman. Papa meraih tangga dan menyandarkannya pada batang pohon mangga itu.
“Untuk apa guntingnya, Pa?” tanya Nita.
“Papa mau pangkas sebagian daun pohon mangga ini. Daun-daunnya sudah terlalu rimbun,” ujar Papa.
Bolli terperanjat. Oh, tidak! Dia tidak suka kalau daun-daunnya dipotongi. Tetapi, Bolli tidak mampu berteriak minta tolong. Dia hanya terdiam ketika gunting itu mengenai dedaunannya.
Kres! Kres! Sedikit demi sedikit daun-daun berguguran di tanah. Sekarang dahan-dahan menjulur tanpa dedaunan. Bolli sedih karena dia pasti kelihatan seperti pohon aneh.
Bolli menjadi khawatir. Siapa pula yang mau berteman dengan pohon mangga nyaris gundul? Andaikan Sofy dan Vivy di sini, dia mungkin bisa menceritakan hal yang menyebalkan ini.
Cuit! Cuit! Tiba-tiba beberapa ekor burung terbang di dekatnya. Mereka hinggap pada dahannya sambil terus berkicau.
“Selamat siang, Pohon Mangga, boleh kami tinggal di dahanmu?” tanya seekor burung.
“Tentu boleh, panggil saja aku Bolli,” jawab. Bolli.
“Namaku Cimo dan ini semua teman-temanku,” kata burung yang bernama Cimo.
Satu per satu teman-temannya memperkenalkan diri pada pohon mangga itu.
“Kenapa selama ini kalian tak pernah singgah di dahanku?” tanya Bolli.
“Kami baru tiba di tempat ini dari daerah seberang. Dahan-dahanmu yang tanpa dedaunan menarik perhatian kami,” ucap Cimo yang diikuti anggukan teman-temannya.
Ternyata ada juga manfaat untuk Bolli ketika daun-daunnya dipotong. Dahannya menarik perhatian hewan lain. Sekarang dia pun mendapatkan kenalan baru. Sejak saat itu Cimo dan kawan-kawannya sering hinggap di dahan. Mereka sering mengobrol dengan pohon mangga tersebut.
Burung-burung itu sudah berkelana ke berbagai tempat dan Bolli senang mendengar ceritanya. Sekarang dia sudah tidak bersedih lagi. Benar yang dikatakan Vivy dulu. Ketika teman lama pergi, teman baru akan datang.
Komentar
Posting Komentar