Langsung ke konten utama

Lomba Mendongeng Negeri Fantasi



"Wow!” Lala Liliput bersorak gembira membaca pengumuman di media sosial Istana Negeri Fantasi.


“Ada apa?” tanya Kiki Liliput, sahabatnya yang duduk di kursi seberang.

 

Lala menunjukkan isi pengumuman itu. Menyambut ulang tahun Ratu Frilly, pemimpin Negeri Fantasi, akan diselenggarakan lomba menulis dongeng. Semua penduduk memang tahu kalau sang Ratu penggemar cerita fiksi itu. 


Nanti akan dipilih dongeng terbaik untuk menjadi juara. Dongeng tersebut menjadi hadiah ulang tahun istimewa untuk Ratu Frilly. Pemenang lomba pun mendapatkan hadiah jalan-jalan keliling negeri Fantasi.


“Aku mau ikut,” kata Lala. “Hadiahnya menarik.”




“Tetapi, kamu belum pernah menulis dongeng,” ujar Kiki mengingatkan.


"Itu mudah saja. Aku bisa berlatih secepatnya. Yang penting tulis dongeng dan ikut dulu. Siapa tahu menang,” ucap Lala.


Kemudian, dia mengambil secarik kertas dan pena, lantas mulai menulis. Setelah selesai, Kiki membaca tulisannya. Cerita Lala berkisah tentang anak perempuan yang dikejar-kejar raksasa.


“Itu mirip dongeng Timun Emas, Ibuku pernah menceritakannya dulu,” kata Kiki. “Tulislah dongeng yang baru.”

 

“Tapi, cerita ini berbeda,” ujar Lala meyakinkan. "Aku membuat raksasanya terpeleset karena menginjak minyak jelantah yang dibawa Timun Emas."


Kiki hanya menggeleng-geleng kepala mendengar cerita temannya.


Setelah selesai, Lala mengirim tulisannya ke email istana negeri Fantasi. Sekarang tinggal menunggu pengumuman pemenang beberapa minggu lagi. Lala sangat berharap bisa menang.




Ketika diumumkan, ternyata dia kalah. Kurcaci itu menangis tersedu-sedu.


“Hu, hu, hu! Batal perjalananku keliling negeri Fantasi,” isak Lala.


Kiki menghibur. “Sudahlah, La, kamu bisa pergi dengan uangmu sendiri.”


“Tapi, biayanya mahal. Tabunganku belum cukup,” kata Lala sambil mengusap air matanya. “Sayang sekali, Ratu Frilly pun tak jadi membaca tulisanku. Andaikan aku bisa bercerita dengan baik, pasti Ratu suka dengan karyaku.”


“Kamu sebenarnya mau keliling Fantasi atau menulis dongeng?” tanya Kiki bingung. “Kemarin kamu bilang ingin hadiah.”


Lala menunduk. “Sepertinya senang juga kalau tulisanku dibaca sang Ratu. Sekarang aku justru benar-benar ingin menulis cerita bagus.”


Kiki senang mendengar pengakuan temannya. Dia mau Lala belajar dan berusaha menulis dongeng dengan baik dahulu. Jangan menulis cerita asal jadi, apalagi hanya mengejar hadiah wisata keliling Negeri Fantasi. Dia pun ingin membantu sahabatnya itu.


“La, aku punya ide. Kalau kamu benar-benar mau menulis cerita, kenapa tidak belajar dengan Pamanku?” saran Kiki. 




Lala tertegun mendengar saran itu. Pak Bobby Kurcaci adalah paman Kiki yang bekerja di perpustakaan Negeri Fantasi. Kiki pernah cerita kalau pamannya itu telah menulis banyak dongeng menarik.


“Kamu yakin Pamanmu mau mengajariku?” tanya Lala.


Kiki mengangguk. "Asal rajin dan bersungguh-sungguh, Paman pasti mau.”


Kemudian bersama-sama mereka pergi ke perpustakaan. Ternyata Kiki benar. Pamannya bersedia mengajari, asalkan Lala pun mau rajin membaca dan berlatih menulis. Pak Bobby juga meminjamkan beberapa buku dongeng untuk dibaca di rumah. 


Lala pun membaca semua buku hingga selesai. Kurcaci itu juga tekun berlatih menulis. Dia pub  memberikan tulisannya untuk dikoreksi Pak Bobby. Kalau ada menemukan kesalahan dalam karya liliput didiknya, Pak Bobby mau memberitahu hingga Lala paham.




Beberapa bulan kemudian, Lala membawa berita baik untuk Kiki. Tulisannya dimuat di surat kabar istana dan Ratu Frilly memuji karyanya.


“Aku disarankan ikut lomba mendongeng tahun depan,” kata Lala.


“Baguslah, La.” Kiki ikut senang.


“Oya, ada satu berita baik lagi, Ki. Karena ceritaku diterima di surat kabar istana, sekarang tabunganku sudah cukup. Minggu depan aku akan berlibur ke negeri Bidadari,” Lala melonjak gembira.


Kiki mengangguk turut gembira. Akhirnya, tercapai juga impian Lala. Kiki senang bisa membantunya. Sekarang telah terbukti hasil ketekunan sahabatnya itu.


“Ada satu lagi untukmu, Ki, ayo kutraktir makanan terenak. Terima kasih karena sudah menyarankanku belajar dengan Pamanmu,” ujar Lala.

 

Dengan riang, mereka berdua pun bergandengan tangan ke toko makanan favorit.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Uang Saku untuk Olla

Sore itu, Olla berlari masuk rumah menuju dapur. Keringat deras mengalir dan membasahi dahinya, tapi wajah gadis cilik itu tetap berbinar.  Rambut gadis cilik itu awut-awutan. Namun, langkah kakinya bergegas mendatangi Mama seperti orang ketinggalan kereta. “Ma, boleh minta uang?" ujar Olla sambil mendekati Mama yang sedang sibuk menyiapkan makan malam. “Untuk apa?”  tanya Mama. “Mau beli minuman,” jawab Olla sambil menyeka keringat di dahi dengan punggung tangannya. “Tuh, banyak minuman di kulkas. Ambil saja, enggak usahlah beli di luar. Lebih hemat lagi. Lagipula, Mama sudah beri uang saku tiap pagi sebelum sekolah. Kemana semua?” Mama menjawab sambil terus memotong bawang.  Wajah Olla langsung cemberut. “Sudah habislah di sekolah. Masa Mama nggak tahu kalau aku sering ke kantin.” “ Berhematlah, La. Mama sudah sering bilang begitu. Jangan semua dihabiskan di kantin. Kalau masih ada sisanya, bisa ditabung,”  ujar Mama. Olla jadi kesal. Dia pikir, Mama kok ...

Rahasia Boneka Beruang

  Ada seorang gadis cilik bernama Adinda yang hobi mengoleksi boneka. Orang tua Adinda bahkan sampai membuatkan sebuah kamar khusus untuk menyimpan semua koleksinya. Di ruangan itu ada beragam bentuk boneka seperti Singa, Kelinci, Jerapah, Monyet, dan lain-lain. Tetapi, gadis cilik itu tidak tahu perilaku boneka-bonekanya di dalam ruangan.  Apabila malam tiba, ternyata para boneka bisa hidup dan bergerak sendiri. Namun tidak semuanya!  Hari ini, ada satu boneka yang duduk menyendiri di sudut ruangan, yaitu Beruang. Dia adalah penghuni baru yang datang beberapa hari lalu. Singa yang melihatnya duduk sendirian, langsung datang dan menyapa.  “Hai, Beruang, kenapa kamu diam saja? Tidak ikut bermain-main dengan kami?” Beruang tersenyum sambil menggeleng.  “Aku sedang malas malam ini.” “Malas? Benar, nih? Kami perhatikan sejak kedatanganmu beberapa hari lalu, kamu cuma duduk saja.” Kelinci menimpali. “Iya!”  kata Jerapah.  “Kamu sepertinya bukan ma...