Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Cernak

Erina dan Boneka-boneka Etalase

    Prang! Erina memandang celengan tanah liat berbentuk ayam yang pecah berserakan di lantai.  Beberapa lembar uang logam dan kertas bertaburan. Dia mengutip dan  menghitung jumlah uang yang berceceran di lantai. Dia terpekik riang setelah sampai pada lembaran uang terakhir. Rencananya untuk membeli boneka baru segera terwujud. Dengan telapak tangan membawa segepok uang, dia segera mendatangi Mama.   "Ma, tukar recehanku ini dengan uang besar, boleh? Kalau dibawa begini, nanti bertaburan di jalan." Mama tersenyum sambil mengambil dompet. Beliau menyerahkan uang kertas sesuai dengan jumlah celengan Erina. Wajah puteri cilik itu semakin berbinar dengan lembaran uang di tangannya. "Ma, sekarang aku pergi dulu ke toko Bu Wijaya,"  celotehnya riang.  "Mau beli boneka seperti yang pernah kuceritakan." " Hati-hati di jalan, ya," Mama mengingatkannya. "Kalau ada apa-apa, langsung saja tanyakan pada Bu Wijaya." Toko serba ada Bu Wijaya hany...

Rumah Kosong dan Teman-temannya

  Hompy adalah sebuah rumah mungil di pinggiran kota. Sudah beberapa bulan ini dia tak berpenghuni. Namun, Hompy tidak pernah merasa kesepian. Dia mempunyai sekelompok teman mungil, yaitu kawanan semut. Para semut tinggal di gundukan tanah tak jauh dari lokasi Hompy. Dari tempatnya, rumah itu sering memperhatikan kawan-kawannya bergotong-royong mengumpulkan makanan. Hompy senang melihat semangat dan kekompakan mereka. Suatu hari, para semut melihat Hompy bersedih. Tidak biasanya dia berwajah muram. Walaupun hanya rumah kosong yang sudah lama ditinggalkan, tapi Hompy enggan mengeluh. “Ada apa, Hompy, mengapa wajahmu murung?” tanya Muti Semut. “Beberapa hari ini, dinding belakangku ditumbuhi tanaman merambat liar, Muti,” jawab Hompy. ”Kalau dibiarkan terus, tak lama lagi seluruh dindingku ditutupi tanaman itu. Aku akan semakin kotor dan suram.” Muti dan teman-temannya segera melihat ke halaman belakang. Ternyata memang benar, ada tanaman liar yang merambat di dinding. Kala...

Hari Libur dan Nasi Goreng

Prang!  Prung! Andi heran mendengar suara ribut dari dapur pada Minggu pagi. Aneh, biasanya Bik Inah tidak pernah masak seheboh itu. Andi bergegas menuju dapur. Betapa kagetnya dia melihat siapa yang sibuk di sana! “Lho, sedang kerjakan apa, Nen?”  tanya Andi ketika melihat adiknya, Neni, mengiris bawang di dapur. “Mau masak nasi goreng untuk sarapan kita, Kak.” Neni menjawab sambil tersenyum bangga. “Apa!  Masak?”  pekik Andi.   Gawat! Neni, kan, belum mahir memasak. Bisa kacau acara sarapan Minggu pagi.   “Tenang, Kak, kemarin ada pelajaran memasak di sekolah. Neni sudah belajar dan bisa mempraktekkannya. Lagipula sekarang ada Bik Inah yang mengawasi,”  ujar Neni sambil melirik Bik Inah yang berdiri pas di sampingnya. Mama mendekati Andi. “Biarkan saja adikmu, Di.” “Apa nanti bisa dimakan, Ma?”  bisik Andi. “Hush!  Tak boleh bicara begitu. Lagipula Bik Inah ikut membantu, kok.” Mama mengingatkan. “Kak!  Kak!  Lihat aku m...

Penantian Akhir Pekan

Menunggu memang membosankan. Karena itu,  Milly sering menghindar kalau disuruh menunggu. Anehnya, dia lebih sering menunggu daripada cepat memperoleh keinginannya. Seperti hari ini, wajahnya muram menyimpan kekesalan. Tadi Mama menelepon dari luar kota hanya untuk memberi kabar yang membuatnya kesal.  Kepulangan Papa Mama ditunda dua hari lagi. Artinya, akhir pekan terlewat tanpa acara berwisata. Di rumah memang ada Tante Kania, adik Papa, yang datang untuk menemani.  Namun,  Milly tetap ingin orangtuanya cepat pulang. “Tapi, sudah janji pulang hari ini,”  tangis Milly hampir pecah.  Ponsel Tante Kania di tangan terasa dingin, sedingin kesedihannya.  “Terus, besok kita mau jalan-jalan.” “Sabar ya, Milly,”  bujuk Mama dari seberang telepon.  “Mendadak besok ada tambahan acara.  Tunggu saja di rumah dengan Tante Kania.” Mendengar kabar dari Mama, Milly sudah membayangkan dua hari yang membosankan. Dia hanya berdua dengan Tante Kania m...