Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Dongeng

Keluarga Hutan Rimba

Di dalam sebuah hutan rimba, tinggallah seekor harimau yang sudah tidak memakan daging lagi. Harimau itu berbeda karena enggan memangsa hewan-hewan lain. Menurut cerita yang beredar, hewan-hewan hutan menemukannya sendirian ketika masih kecil. Tanpa ibu, dia berkeliaran ketakutan mengelilingi belantara. Ada dugaan, ibu harimau sudah mati, maka tinggallah anaknya sendirian. Awalnya, hewan-hewan hutan ketakutan melihatnya. Namun, anak harimau menangis kelaparan. Akhirnya, semua hewan menjadi iba.  Dipimpin oleh kancil,  mereka menemui harimau mungil. Ternyata hewan loreng itu senang melihat teman-teman barunya.  Para hewan hutan merawat harimau seperti anak sendiri. Harimau pun mengikuti semua kebiasaan mereka. Setiap hari, dia ikut memakan dedaunan dan umbi-umbian.  Sekarang harimau menjadi sahabat penghuni hutan.  Pada suatu hari datanglah monyet dengan tergesa-gesa. "Apa kalian sudah mendengar kabar dari hutan seberang?” "Kabar apa?" tanya hewan-hewan lain...

Angin, Awan, dan Matahari

  Sore ini, Angin sedang bertiup di langit biru. Sejauh mata memandang, hanya dia yang berseliweran di sana. Bosan bergerak sendirian, Angin mencari teman-temannya menuju desa sebelah timur.   Saat tiba di sana, dia melihat Awan sedang menurunkan hujan. Angin mengamati suasana desa yang damai dan sejuk dengan guyuran air dari langit. “Awan, boleh aku ikut berembus di sini?”  tanya Angin.  “Kayaknya kurang seru kalau hujan tanpa angin.” “Tentu saja boleh,”  jawab Awan sambil tersenyum. Angin pun segera bertiup kencang melewati pemukiman penduduk. Wusss !  Wusss ! Pohon-pohon bergoyang. Atap rumah berderak-derak. “Apa yang kamu lakukan?” Awan kaget melihat gerak-gerik kawannya. “Kamu berembus terlalu kencang.” “Ini supaya suasana lebih ramai. Aku suka melihat dedaunan pohon bergoyang-goyang ketika melintas,” jawab Angin sambil terus berputar-putar. “Tapi, caramu itu membahayakan,” ucap Awan kesal.  “Bagaimana kalau tiba-tiba ada pohon tumbang dan me...

Kisah Bunga Mawar

Dari beragam tanaman yang tumbuh di halaman rumah, Mawar merupakan bunga terindah. Karena keindahannya, teman-teman bunga lain sering memuji. “Mawar, kelopakmu sangat merona.  Cantik!  Kamu pasti bangga memilikinya,” kata Lili. “Ah, kamu juga tidak kalah cantik, kok, Lili,” jawab Mawar merendah. “Tapi, kamu berbeda, Mawar. Hampir semua orang mengenal bunga Mawar. Kalau kami belum tentu dikenali,” kata Anyelir. “Kebetulan banyak saudaraku   tumbuh di berbagai tempat. Jadi orang lebih mudah melihat dan mengenali kami,” Mawar tetap menjawab dengan tenang dan lembut. Walaupun Mawar tahu bahwa dia indah dan dikagumi orang, tapi bunga tersebut tidak pongah. Oleh sebab itu, bunga-bunga lain tetap senang berteman dengannya. Akan tetapi, hari ini terjadi sesuatu yang kurang mengenakan.  Mawar melihat bunga-bunganya mulai layu, menguning, dan kemudian gugur.   Awalnya Mawar sedih, meskipun cuma sebentar. Dia sudah biasa melihat bunganya layu. Nanti akan bertumbuh lag...

Tetangga Baru Kiko Ayam

“Kukuruyuuuk!” Pagi itu Kiko Ayam berkokok seperti biasa. Dia tak pernah bosan membangunkan penghuni desa Fabelia dengan lengkinga nyaring. “Aduh, berisik!” Tiba-tiba ada yang marah.   “Suaramu mengganggu tidur nyenyakku.” Kiko kaget. Selama ini tak ada yang mengeluh dengan kukuruyuknya. Akan tetapi, sekarang tepat di depan rumah, berdiri Belo Kucing sambil bertolak pinggang. “Sudah beberapa hari aku tinggal di desa Fabelia. Setiap pagi suaramu paling ribut di sini,”  ujar Belo. “Maaf, Belo, dari dulu setiap pagi aku selalu berkukuruyuk dan tak ada yang marah,”  kata Kiko pada tetangga barunya. “Itu karena rumah mereka agak jauh. Berbeda dengan kita. Rumahku persis berada di samping rumahmu,”  Belo kesal. Kiko terdiam sejenak. Sebenarnya dia enggan berdebat dengan tetangga sendiri. Namun, sekarang Belo melarangnya berkokok. Padahal, dia masih ingin terus melantunkan kukuruyuk. Kiko berpikir dan mencari ide bagaimana caranya meyakinkan Belo? Tiba-tiba ayam itu ingat k...

Kompor yang Sombong

Di dalam dapur pada sebuah rumah, tinggallah dua sahabat, yaitu Kuali dan Panci. Mereka sering berbagi cerita dan pengalaman tentang memasak berbagai jenis makanan.  Setiap hari, ada beragam masakan keluarga yang disajikan Mama dan Kakak. Kuali dan Panci senang sekali bisa membantu mereka. “Kemarin Mama merebus sup buntut dengan menggunakanku. Harum luar biasa. Sayang, aku tak bisa memakannya. Kalau bisa, sudah kuhabiskan semua.”  Panci tertawa saat menceritakan pengalamannya. Kuali tidak mau kalah. ”Kalau Kakak kemarin menggoreng ayam dengan menggunakanku. Renyah sekali.  Sampai sekarang aku masih ingat rasa bumbunya.” Kompor yang dari tadi mendengar percakapan mereka langsung menyela.  ”Kalian tahu, tanpa aku masakan mereka tak akan jadi apapun? Kalian lupa pada jasa-jasaku.” “Lho, bukan maksud kami melupakanmu, Kompor. Kami wadahnya, sedangkan kamu digunakan untuk memasak. Kita bekerja sama,” jawab Kuali. “Tidak! Sebagai wadahnya mereka bisa menggunakan periuk ata...

Rumah Kosong dan Teman-temannya

  Hompy adalah sebuah rumah mungil di pinggiran kota. Sudah beberapa bulan ini dia tak berpenghuni. Namun, Hompy tidak pernah merasa kesepian. Dia mempunyai sekelompok teman mungil, yaitu kawanan semut. Para semut tinggal di gundukan tanah tak jauh dari lokasi Hompy. Dari tempatnya, rumah itu sering memperhatikan kawan-kawannya bergotong-royong mengumpulkan makanan. Hompy senang melihat semangat dan kekompakan mereka. Suatu hari, para semut melihat Hompy bersedih. Tidak biasanya dia berwajah muram. Walaupun hanya rumah kosong yang sudah lama ditinggalkan, tapi Hompy enggan mengeluh. “Ada apa, Hompy, mengapa wajahmu murung?” tanya Muti Semut. “Beberapa hari ini, dinding belakangku ditumbuhi tanaman merambat liar, Muti,” jawab Hompy. ”Kalau dibiarkan terus, tak lama lagi seluruh dindingku ditutupi tanaman itu. Aku akan semakin kotor dan suram.” Muti dan teman-temannya segera melihat ke halaman belakang. Ternyata memang benar, ada tanaman liar yang merambat di dinding. Kala...

Kisah Modi si Rumput Liar

  Modi, si rumput liar, bertumbuh bahagia pada halaman sebuah rumah kosong. Dia hidup tenang dan damai bersama teman-temannya sesama rumput liar. Modi juga mempunyai sahabat bernama Xixa, sebatang pohon jambu air. “Senang sekarang, ya, Xixa.  Setelah pemilik rumah pergi, kita bisa bertumbuh bebas di sini,” ujar Modi pada suatu pagi yang cerah. “Memangnya selama ini kenapa, Modi?”  tanya Xixa. "Kita selalu aman di sini, kan." “Menurut cerita yang kudengar,  dulu rumput-rumput liar selalu dicabut atau dipangkas. Benar begitu? Aku belum ada saat itu.” tanya Modi pada sahabatnya yang telah bertahun-tahun tinggal di halaman rumah.  Setelah terdiam sejenak, akhirnya Xixa mengangguk pelan, “Aku memang pernah melihatnya, Modi.” “Jadi benar? Mengapa mereka membuang kami para rumput liar?” Dia mulai cemberut. “Jangan tersinggung, Modi. Menurut cerita yang kudengar, mereka berpikir kalau kalian itu tidak ada gunanya. Rumput liar cuma merusak pemandangan.” Modi ...