Langsung ke konten utama

Postingan

Koky, Ikan Mas dari Telaga Hutan

  Koky adalah seekor anak ikan mas yang tinggal dalam telaga di tengah hutan. Badannya lebih mungil dari teman-temannya. Gerakannya di air agak lamban.  Tenaga Koky pun tidak setangguh ikan lain.  Kalau ada perlombaan renang, dia tidak pernah menang.  Karena itu Koky minder dan lebih suka menyendiri. Setiap hari dia cuma berenang di depan rumahnya. Dari kejauhan, Koky sering memandangi teman-temannya yang bermain. Hanya pada Ibunya dia mau bercerita tentang keinginannya. “Sebenarnya aku ingin bermain dengan ikan-ikan lain, Bu,”  kata Koky.  “Tapi, aku  sering kalah cepat kalau berenang beramai-ramai. Mereka sudah melesat jauh dan aku pun ketinggalan dari rombongan.” “Mintalah supaya mereka jangan terlalu cepat berenang,” saran Ibunya. "Agar kalian bisa beriringan." Koky menggeleng. “Mereka belum  tentu mau.  Aku saja yang  lamban.” Ibunya selalu membujuk agar Koky mau bergabung, tapi dia selalu menolak. Karena Koky enggan bermain dengan ...

Jangkrik dan Keluarga Kecoak

  Sore itu Lofi Jangkrik sedang duduk bersantai di dedaunan. Matahari bersinar redup menuju senja, ketika dia melihat Riri Kecoak berjalan tergesa-gesa. Sepasang mata Riri menatap lurus ke depan. “Mau ke mana, Ri?” tanya Lofi pada sahabatnya. “Kok, terburu-buru sampai lupa menyapaku.” Ditegur demikian, Riri menoleh kaget. “Maaf, aku memang tak melihatmu. Aku memang terburu-buru karena keluargaku mau pindahan.” “Ke mana?" Riri menunjuk  rumah hijau mungil berhalaman luas. Beberapa anak sedang bermain-main di sana. Banyak pepohonan dan bunga tumbuh di depannya. Dedaunan tetumbuhan tersebut meneduhkan pekarangan.  “Tapi, rumah itu ada penghuninya.” Lofi mengingatkan. “Hati-hati, banyak orang kurang suka dengan serangga seperti kita.”  “Tenang saja. Kami tidak tinggal dalam ruang keluarga, tapi di gudang,” ujar Riri. “Ruangannya kotor dan lembab karena jarang dibersihkan. Kecoak senang tinggal di tempat seperti itu.” “Apa enggak ada tempat lain?" Lofi tetap menyarankan R...

Kaki Kikan

Hari masih pagi ketika Revina sedang mengobrol dengan teman-teman sekelasnya. Suara riuh rendah membuat suasana ruangan semakin akrab. Menjelang bel sekolah berdering, terdengar bunyi aneh yang muncul dari arah pintu kelas. Revina langsung menoleh. "Hai, Kikan," sapa Dea pada seorang anak perempuan yang baru saja datang. "Sudah sembuh?"   Anak yang disapa mengangguk sambil tersenyum. Rambut ekor kuda bergoyang-goyang mengikuti gerakannya. Wajah ceria itu berbinar seperti mentari pagi yang sedang bersinar di langit. Kikan memandang sekeliling dan menyapa teman-teman lain. Sebagai anak baru di sekolah, Revina terperanjat melihat keadaan Kikan.  Kaki kanannya lebih kecil dari sebelah kiri.  Dia berjalan dengan bantuan sepasang tongkat penyangga. Bunyi tongkat itu yang tadi menarik perhatiannya.   "Siapa dia?"  tanya Revina. "Baru kulihat hari ini. Sejak aku datang dua hari lalu, dia belum muncul. Kenapa pula dengan kakinya?” "Namanya Kikan, Rev,...

Tiang Jemuran dan Musim Hujan

Tiang Jemuran memperhatikan Mbak Inah menggantungkan kain yang baru selesai dicuci. Kawat jemuran mulai penuh. Beberapa hari ini cuaca mendung dan hujan selalu turun. Akibatnya, kain basah terus menumpuk.   Ditambah lagi dengan cucian hari ini, kawat dari Tiang Jemuran menopang semakin banyak pakaian basah. Badannya mulai letih. Dia berharap agar cuaca cerah hari ini.  " Wah, tugasku tambah berat, nih!" Dia memandang kain-kain yang berjejer di kawatnya. "Semoga hari ini panas terik supaya semua cepat kering." Kalau sudah begini, berharap saja tidak cukup. Tiang Jemuran ingin segera bertindak. Akhirnya, dia memanggil sahabatnya, Matahari.  "Hai, kenapa akhir-akhir ini aku tidak melihatmu bersinar terik?" tanyanya pada Matahari yang bersembunyi di balik Awan.  "Maaf, Tiang Jemuran, sekarang Awan yang menguasai langit. Aku hanya  menemani saja.  Ini kan,  musim hujan," jawab Matahari.   " Tolonglah aku. Kain-kain basah ini semakin berat. ...

Keluarga Hutan Rimba

Di dalam sebuah hutan rimba, tinggallah seekor harimau yang sudah tidak memakan daging lagi. Harimau itu berbeda karena enggan memangsa hewan-hewan lain. Menurut cerita yang beredar, hewan-hewan hutan menemukannya sendirian ketika masih kecil. Tanpa ibu, dia berkeliaran ketakutan mengelilingi belantara. Ada dugaan, ibu harimau sudah mati, maka tinggallah anaknya sendirian. Awalnya, hewan-hewan hutan ketakutan melihatnya. Namun, anak harimau menangis kelaparan. Akhirnya, semua hewan menjadi iba.  Dipimpin oleh kancil,  mereka menemui harimau mungil. Ternyata hewan loreng itu senang melihat teman-teman barunya.  Para hewan hutan merawat harimau seperti anak sendiri. Harimau pun mengikuti semua kebiasaan mereka. Setiap hari, dia ikut memakan dedaunan dan umbi-umbian.  Sekarang harimau menjadi sahabat penghuni hutan.  Pada suatu hari datanglah monyet dengan tergesa-gesa. "Apa kalian sudah mendengar kabar dari hutan seberang?” "Kabar apa?" tanya hewan-hewan lain...

Hujan di Desa Kurcaci

  Peri Vivi sedang menjalankan tugasnya menurunkan hujan di desa Kurcaci. Sekarang dia akan menaburkan bubuk awan tepat di atas desa. Vivi pun mulai terbang ke langit sambil berdendang riang.  Dia terus terbang sembari menaburkan bubuk warna-warni berkilauan. Setelah bertaburan di udara, bubuk-bubuk tersebut berubah warna menjadi kelam. Tak lama kemudian, terbentuklah awan pekat yang menurunkan hujan. “Terima kasih, Vivi!” Warga desa Kurcaci bersorak gembira menyambut turunnya air dari langit.   Musim kemarau telah berlalu. Musim hujan mulai menyapa dan saatnya kembali bercocok tanam. Desa Kurcaci yang subur mampu menghasilkan beragam hasil bumi yang laris dijual di pasar negeri Fantasi.  “Besok aku datang lagi,”  ujar Vivi sambil melambai pergi.  Dia senang melihat sambutan teman-temannya. Senyuman mereka membuat Vivi semakin semangat bekerja. “Kami tunggu!” teriak Fedo Kurcaci, salah seorang warga.  Esok hari Vivi menepati janjinya datang ke des...